Efek dari prosedur invasif, seperti pembedahan atau prosedur medis yang melibatkan penetrasi atau pemotongan kulit, bisa meningkatkan risiko terhadap infeksi karena beberapa alasan:

  1. Pintu Masuk bagi Organisme Patogenik: Setiap kali kulit atau jaringan tubuh terganggu, entah melalui insisi, jarum, atau kateter, hal ini menciptakan pintu masuk bagi organisme patogenik. Organisme ini memiliki akses lebih mudah ke dalam tubuh, yang pada gilirannya dapat menyebabkan infeksi.
  2. Penurunan Pertahanan Tubuh Lokal: Prosedur invasif dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pertahanan tubuh di area yang terkena prosedur, seperti menurunnya fungsi pertahanan imunologis di sekitar luka operasi. Hal ini membuat tubuh lebih rentan terhadap serangan organisme patogenik.
  3. Paparan Lingkungan yang Berpotensi Mengandung Patogen: Selama prosedur invasif, meskipun peralatan medis telah dibersihkan dan steril, masih ada kemungkinan adanya paparan organisme patogenik dari lingkungan sekitarnya yang dapat menginfeksi area yang terkena prosedur.
  4. Penurunan Sistem Kekebalan Tubuh Secara Umum: Proses invasif tertentu, terutama yang melibatkan operasi besar atau prosedur-prosedur yang rumit, dapat menyebabkan stres pada tubuh dan menurunkan sistem kekebalan tubuh secara umum, membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi.
  5. Durasi Perawatan yang Peninggi Risiko: Setelah prosedur invasif, perawatan lanjutan seringkali diperlukan. Hal ini bisa termasuk penggunaan kateter, perangkat medis lainnya, atau perawatan luka. Penggunaan perangkat ini dapat memperpanjang waktu di mana tubuh rentan terhadap infeksi.

Oleh karena itu, sangat penting untuk mematuhi prosedur kebersihan yang ketat, penerapan protokol sterilisasi, dan penggunaan antibiotik profilaksis jika direkomendasikan oleh tim medis, guna mengurangi risiko infeksi pasca prosedur invasif. Dokter dan tenaga medis biasanya sangat berhati-hati dalam merencanakan dan mengimplementasikan langkah-langkah pencegahan ini untuk mengurangi risiko infeksi terkait prosedur invasif.