71% RS di Jatim Tak Terakreditasi
Jumat, 12/08/2011 | 10:28 WIB sumber : surabaya post online
Penyebaran rumah sakit juga timpang
SURABAYA- Bertambahnya jumlah rumah sakit (RS) di Jatim ternyata masih saja tak diimbangi dengan peningkatan layanan kesehatan memadai. Indikasi ini setidaknya masih rendahnya jumlah RS yang mengantongi akreditasi dari Kementerian Kesehatan. Dari 309 RS di Jatim hanya sekitar 29% atau sekitar 90 RS yang sudah terakreditasi. Sisanya 71% atau sebanyak 219 tidak terakreditasi.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim, Drs Mudjib Affan MARS mengatakan, akreditasi RS menjadi sesuatu hal yang penting lantaran menjadi jaminan bagi masyarakat mendapatkan kualitas layanan kesehatan. “Setiap rumah sakit harus terakreditasi, karena akreditasi merupakan salah satu standart kualitas dan pelayanan rumah sakit,” kata Affan, Kamis (11/8).
Lantaran itu, Dinkes Jatim menargetkan tahun 2012 nanti seluruh RS harus sudah mendapatkan akreditasi paling tidak secara nasional di Jatim yang berlaku untuk rumah sakit tipe A, B, C dan D.
Ia menyebutkan, dari 309 RS di Jatim rinciannya 206 RS swasta, 58 RS pemerintah, 12 RS BUMN atau BUMD dan 25 RS milik TNI dan polri. ”Jumlah tersebut telah memenuhi jumlah penduduk di Jatim,” paparnya.
Sebab dari 309 RS tersebut setidaknya ada lebih dari 4.000 tempat tidur.“Untuk jumlah rumah sakit memang sudah mencukupi. Namun, persebarannya belum merata,” katanya.
Ia mengungkapkan, RS tersebut sebagian ada di kota besar. Seperti Surabaya, Malang , Kediri , Jombang dan kota besar lainnya. Di kota tersebut semua tipe rumah sakit ada di kota besar. Sedangkan di daerah kebanyakan rumah sakit bertipe C dan D dengan jumlah yang cukup sedikit.Karena itu, ia mengimbau agar lembaga swasta yang ingin mendirikan rumah sakit di kota besar dan kota lain dibatasi. Dengan memberlakukan syarat yang lebih tinggi. Sebab, dengan penyebaran rumah sakit yang tidak merata tersebut maka, akreditasi bisa menjadi jaminan mutu pelayanan bagi masyarakat. “Jadi, kalau bisa dengan adanya akreditasi rumah sakit maka pelayanan di RS daerah dan kota besar sama,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Dr Slamet Riyadi Yuwono, DTMH, MARS, Ketua Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) Jatim membenarkan, kalau tidak semua rumah sakit di Jatim terakreditasi. “Jumlahnya memang relatif masih kecil,” paparnya.
Jumlah yang cukup kecil tersebut, lantaran dulunya akreditasi dilakukan sebagai imbauan saja. Namun, setelah muncul Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit maka akreditasi menjadi kewajiban bagi semua rumah sakit.
Tapi, lanjut dia, hal ini tidak hanya terjadi di Jatim saja. Sebab data Kementerian Kesehatan tahun 2010 mengungkapkan dari 1.523 rumah sakit di Indonesia dan baru 653 RS yang terakreditasi. Sedangkan saat ini jumlah rumah sakit sudah 1.668 unit. “Sebanyak 50 persen dari rumah sakit yang belum terakreditasi adalah rumah sakit pemerintah, dan 50 persen lainnya rumah sakit swasta,” terangnya.
Akreditasi rumah sakit, kata dia, diperlukan sebagai batas penilaian pelayanan yang diberikan rumah sakit. Rumah sakit yang terakreditasi berarti sudah memenuhi standar pelayanan yang ditentukan pemerintah. Akreditasi rumah sakit dibagi tiga, yaitu untuk lima pelayanan, 12 pelayanan dan 16 pelayanan. Saat ini mayoritas RS yang mendapatkan akreditasi, baru sampai tahap lima pelayanan “ Rumah sakit yang terakreditasi akan memberikan keuntungan pada masyarakat berupa kepastian hukum serta standart pelayanan medis. Seperti jaminan pelayanan dan standart operation procedure (SOP). Di Jatim langkah langkah yang rumah sakit akreditasi yang belum,”terangnya.
Ia mengatakan, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan rumah sakit tidak mendapatkan akreditasi, di antaranya mutu pelayanan yang memang tidak memenuhi syarat atau kurang tenaga kerja. “Selain akreditasi lokal, pemerintah juga mendorong agar seluruh rumah sakit memiliki akreditasi internasional. Hingga saat ini, hanya empat rumah sakit di Indonesia yang memiliki mutu dunia, antara lain, RS Siloam, RS Sentosa dan RS Eka,” katanya.mla
1,287 total views, 2 views today