STARKES – Akreditasi Rumah Sakit Indonesia – SNARS.WEB.ID

3. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) – Akreditasi Kemenkes KMK 1128

Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)

 

Gambaran Umum

Fasilitas dan lingkungan dalam rumah sakit harus aman, berfungsi baik, dan memberikan  lingkungan perawatan yang aman bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung. Untuk mencapai tujuan itu maka fasilitas fisik, bangunan, prasarana dan peralatan kesehatan serta sumber daya lainnya harus dikelola secara efektif untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya, risiko, mencegah kecelakaan, cidera dan penyakit akibat kerja. Dalam pengelolaan fasilitas dan lingkungan serta pemantauan keselamatan, rumah sakit menyusun program pengelolaan fasilitas dan lingkungan serta program pengelolaan risiko untuk pemantauan keselamatan di seluruh lingkungan rumah sakit. Pengelolaan yang efektif mencakup perencanaan, pendidikan, dan pemantauan multidisiplin dimana pemimpin merencanakan ruang, peralatan, dan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung layanan klinis yang disediakan secara aman dan efektif serta semua staf diedukasi mengenai fasilitas, cara mengurangi risiko, cara memantau dan melaporkan situasi yang berisiko termasuk melakukan penilaian risiko yang komprehensif di seluruh fasilitas yang dikembangkan dan dipantau berkala.

Bila di rumah sakit memiliki entitas non- rumah sakit atau tenant/penyewa lahan (seperti restoran, kantin, kafe, dan toko souvenir) maka rumah sakit wajib memastikan bahwa tenant/penyewa lahan tersebut mematuhi program pengelolaan fasilitas dan keselamatan, yaitu program keselamatan dan keamanan, program pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, program penanganan bencana dan kedaruratan, serta proteksi kebakaran.

Rumah sakit perlu membentuk satuan kerja yang dapat mengelola, memantau dan memastikan fasilitas dan pengaturan  keselamatan yang ada sehingga tidak menimbulkan potensi bahaya dan risiko yang akan berdampak buruk bagi pasien, staf dan pengunjung. Satuan kerja yang dibentuk dapat berupa Komite/Tim K3 RS yang disesuaikan dengan kebutuhan, ketersediaan sumber daya dan beban kerja rumah sakit. Rumah sakit harus memiliki program pengelolaan fasilitas dan keselamatan yang menjangkau seluruh fasilitas dan lingkungan rumah sakit.

Rumah sakit tanpa melihat ukuran dan sumber daya yang  dimiliki harus mematuhi ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku sebagai bagian dari tanggung jawab mereka terhadap pasien, keluarga, staf, dan para pengunjung.

Fokus pada standar Manajemen Fasilitas dan Keamanan ini meliputi:


a. Kepemimpinan dan Perencanaan

1) Standar MFK 1

Rumah sakit mematuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan bangunan, prasarana dan peralatan medis rumah sakit.

2) Maksuddan Tujuan MFK 1

Rumah sakit harus mematuhi peraturan perundang- undangan termasuk mengenai bangunan dan proteksi kebakaran. Rumah sakit selalu menjaga fasilitas fisik  dan lingkungan yang dimiliki dengan melakukan inspeksi fasilitas secara berkala dan secara proaktif mengumpulkan data serta membuat strategi untuk mengurangi risiko dan meningkatkan kualitas fasilitas keselamatan, kesehatan dan keamanan lingkungan pelayanan dan perawatan serta seluruh area rumah sakit.

Pimpinan rumah sakit dan penanggung jawab fasilitas keselamatan rumah sakit bertanggung jawab untuk mengetahui dan menerapkan hukum dan peraturan perundangan, keselamatan gedung dan kebakaran, dan persyaratan lainnya, seperti perizinan dan  lisensi/sertifkat yang masih berlaku untuk fasilitas rumah sakit dan mendokumentasikan semua buktinya secara lengkap.

Perencanaan dan penganggaran untuk penggantian atau peningkatan fasilitas, sistem, dan peralatan yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan yang berlaku atau seperti yang telah diidentifikasi berdasarkan  pemantauan atau untuk memenuhi persyaratan yang berlaku dapat memberikan bukti pemeliharaan dan perbaikan.

3) ElemenPenilaian MFK 1

4) StandarMFK 2

Rumah Sakit menetapkan penanggungjawab yang kompeten untuk mengawasi penerapan manajemen fasilitas dan keselamatan di rumah sakit.

5) Maksuddan tujuan MFK 2

Untuk dapat mengelola fasilitas dan keselamatan di rumah sakit secara efektif, maka perlu di tetapkan  penanggung jawab manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) yang bertanggungjawab langsung kepada Direktur. Penanggung jawab Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) dapat berbentuk unit, tim, maupun komite sesuai dengan kondisi dan kompleksitas rumah sakit. 

Penanggung jawab MFK harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan serta berpengalaman untuk dapat  melakukan pengelolaan dan pengawasan manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) seperti kesehatan dan keselamatan kerja, kesehatan lingkungan, farmasi, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan utilitas, dan unsur-unsur terkait lainnya sesuai kebutuhan rumah sakit. 

Ruang lingkup tugas dan tanggung jawab penanggung jawab MFK meliputi:

Penanggung jawab MFK menyusun Program Manajemen fasilitas dan keselamatan rumah sakit meliputi a) – j)  setiap tahun. Dalam program tersebut termasuk melakukan pengkajian dan penanganan risiko pada keselamatan, keamanan, pengelolaan B3, proteksi kebakaran, penanganan kedaruratan dan bencana, peralatan medis dan sistim utilitas.

Pengkajian dan penanganan risiko dimasukkan dalam daftar risiko manajemen fasilitas keselamatan (MFK). Berdasarkan daftar risiko tersebut, dibuat profil risiko MFK yang akan menjadi prioritas dalam pemantauan risiko  di fasilitas dan lingkungan rumah sakit. Pengkajian, penanganan dan pemantauan risiko MFK tersebut akan diintegrasikan ke dalam daftar risiko rumah sakit  untuk penyusunan program manajemen risiko rumah sakit.

Penanggung jawab MFK melakukan pengawasan  terhadap manajemen fasilitas dan keselamatan yang meliputi:

 

6) Elemen Penilaian MFK 2

 


b. Keselamatan

1) Standar MFK 3

Rumah sakit menerapkan Program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) terkait keselamatan di rumah sakit.

2) Maksuddan tujuan MFK 3

Keselamatan di dalam standar ini adalah memberikan jaminan bahwa bangunan, prasarana, lingkungan, properti, teknologi medis dan informasi, peralatan, dan sistem tidak menimbulkan risiko fisik bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung.

Program keselamatan dan Kesehatan kerja staf diintegrasikan dalam Program Manajemen  fasilitas dan keselamatan terkait keselamatan sesuai ruang lingkup keselamatan yang telah  dijelaskan diatas.

Pencegahan dan perencanaan penting untuk menciptakan fasilitas perawatan pasien termasuk area kerja staf yang aman. Perencanaan yang efektif membutuhkan kesadaran rumah sakit terhadap semua risiko yang ada di fasilitas. Tujuannya adalah untuk mencegah kecelakaan dan cedera serta untuk menjaga kondisi yang aman, dan menjamin keselamatan bagi pasien, staf, dan lainnya, seperti keluarga, kontraktor, vendor, relawan, pengunjung,  peserta pelatihan, dan peserta didik.

Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan program keselamatan serta mendokumentasikan hasil inspeksi fisik yang dilakukan. Penilaian risiko mempertimbangkan tinjauan proses dan evaluasi layanan baru dan  terencana yang dapat menimbulkan risiko keselamatan. Penting untuk melibatkan tim multidisiplin saat melakukan inspeksi keselamatan di rumah sakit.

Rumah sakit menerapkan proses untuk mengelola dan memantau keselamatan (merupakan bagian dari program Manajemen Fasilitas Keselamatan / MFK pada standar MFK 1 yang meliputi:

 

3) Elemen Penilaian MFK 3


c. Keamanan

1) Standard MFK 4

Rumah sakit menerapkan Program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) terkait keamanan di rumah sakit.

2) Maksud dan tujuan MFK 4

Keamanan adalah perlindungan terhadap properti milik rumah sakit, pasien, staf, keluarga, dan pengunjung  dari bahaya kehilangan, kerusakan, atau pengrusakan oleh orang yang tidak berwenang. Contoh kerentanan dan ancaman yang terkait dengan risiko keamanan termasuk kekerasan di tempat kerja, penculikan bayi, pencurian, dan akses tidak terkunci/tidak aman ke area terlarang di rumah sakit. Insiden keamanan dapat disebabkan oleh individu baik dari luar maupun dalam rumah sakit.

Area yang berisiko seperti unit gawat darurat, ruangan neonatus/bayi, ruang operasi, farmasi, ruang rekam medik, ruangan IT harus diamankan dan dipantau. Anak-anak, orang dewasa, lanjut usia, dan pasien rentan yang tidak dapat melindungi diri mereka sendiri atau memberi isyarat untuk bantuan harus dilindungi dari bahaya. Area  terpencil atau terisolasi dari fasilitas dan lingkungan misalnya tempat parkir, mungkin memerlukan kamera keamanan (CCTV).

Rumah sakit menerapkan proses untuk mengelola dan memantau keamanan (merupakan bagian dari program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) pada standar MFK 1 yang meliputi:

 

3) ElemenPenilaian MFK 4


d. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Limbah B3

1) Standar MFK 5

Rumah sakit menetapkan dan menerapkan pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) serta limbah B3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2) Maksuddan tujuan MFK 5

Rumah sakit mengidentifikasi, menganalisis dan mengendalikan seluruh bahan berbahaya dan beracun dan limbahnya di rumah sakit sesuai dengan standar  keamanan dan peraturan perundang-undangan.

Rumah sakit melakukan identifikasi menyeluruh untuk semua area di mana bahan berbahaya berada dan harus mencakup informasi tentang jenis setiap bahan berbahaya yang disimpan, jumlah (misalnya, perkiraan atau rata-rata) dan lokasinya di rumah sakit. Dokumentasi ini juga harus membahas jumlah maksimum yang diperbolehkan  untuk menyimpan bahan berbahaya di area kerja (maximum quantity on hand). Misalnya, jika bahan sangat mudah terbakar atau beracun, ada batasan jumlah bahan  yang dapat disimpan di area kerja. Inventarisasi bahan berbahaya dibuat dan diperbarui, setiap tahun, untuk memantau perubahan bahan berbahaya yang digunakan dan disimpan.

Kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai WHO meliputi:

Proses pengelolaan bahan berbahaya beracun dan limbahnya di rumah sakit (merupakan bagian dari program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) pada standar MFK 1 meliputi:

Informasi mengenai prosedur penanganan bahan berbahaya dan limbah dengan cara yang aman harus segera tersedia setiap saat termasuk prosedur penanganan tumpahan.

Jika terjadi tumpahan bahan berbahaya, rumah sakit memiliki prosedur untuk menanggapi dan mengelola tumpahan dan paparan yang termasuk menyediakan kit tumpahan untuk jenis dan ukuran potensi tumpahan serta proses pelaporan tumpahan dan paparan.

Rumah sakit menerapkan prosedur untuk menanggapi paparan bahan berbahaya, termasuk pertolongan pertama seperti akses ke tempat pencuci mata (eye washer)  mungkin diperlukan untuk pembilasan segera dan terus menerus untuk mencegah atau meminimalkan cedera. Rumah sakit harus melakukan penilaian risiko untuk mengidentifikasi di mana saja lokasi pencuci mata diperlukan, dengan mempertimbangkan sifat fisik bahan kimia berbahaya yang digunakan, bagaimana bahan kimia ini digunakan oleh staf untuk melakukan aktivitas kerja mereka, dan penggunaan peralatan pelindung diri oleh staf. Alternatif untuk lokasi pencuci mata sesuai pada jenis risiko dan potensi eksposur. Rumah sakit harus memastikan pemeliharaan pencuci mata yang tepat, termasuk pembersihan mingguan dan pemeliharaan preventif.

3) ElemenPenilaian MFK 5

 

4) Standar MFK 5.1

Rumah sakit mempunyai sistem pengelolaan limbah B3  cair dan padat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5) Maksud dan Tujuan MFK 5.1

Rumah sakit juga menetapkan jenis limbah berbahaya  yang dihasilkan oleh rumah sakit dan mengidentifikasi pembuangannya (misalnya, kantong/tempat sampah yang diberi kode warna dan diberi label).

Sistem penyimpanan dan pengelolaan limbah B3 mengikuti ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Untuk pembuangan sementara limbah B-3, rumah sakit agar memenuhi persyaratan fasilitas pembuangan sementara limbah B-3 sebagai berikut:

Untuk limbah berwujud cair dapat dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dari fasilitas pelayanan kesehatan.

Tujuan pengolahan limbah medis adalah mengubah karakteristik biologis dan/atau kimia limbah sehingga potensi bahayanya terhadap manusia berkurang atau tidak ada.

Bila rumah sakit mengolah limbah B-3 sendiri maka wajib mempunyai izin mengolah limbah B-3. Namun, bila pengolahan B-3 dilaksanakan oleh pihak ketiga maka pihak ketiga tersebut wajib mempunyai izin sebagai pengolah B-3. Pengangkut/transporter dan pengolah limbah B3 dapat dilakukan oleh institusi yang berbeda.

6) Elemen Penilaian MFK 5.1


e. Proteksi Kebakaran

7) Standar MFK 6

Rumah sakit menerapkan proses untuk pencegahan, penanggulangan bahaya kebakaran dan penyediaan  sarana jalan keluar yang aman dari fasilitas sebagai respons terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya.

8) Maksuddan tujuan MFK 6

Rumah sakit harus waspada terhadap risiko kebakaran, karena kebakaran merupakan risiko yang selalu ada dalam lingkungan perawatan dan pelayanan kesehatan sehingga setiap rumah sakit perlu memastikan agar semua yang ada di rumah sakit aman dan selamat apabila terjadi kebakaran termasuk bahaya dari asap.

Proteksi kebakaran juga termasuk keadaan darurat  non- kebakaran misalnya kebocoran gas beracun yang dapat mengancam sehingga perlu dievakuasi. Rumah sakit perlu melakukan penilaian terus menerus untuk memenuhi regulasi keamanan dan proteksi kebakaran sehingga secara efektif dapat mengidentifikasi, analisis, pengendalian risiko sehingga dapat dan meminimalkan risiko. Pengkajian risiko kebakaran Fire Safety Risk Assessment (FSRA) merupakan salah satu upaya untuk menilai risiko keselamatan kebakaran.

Rumah sakit melakukan pengkajian risiko kebakaran meliputi:

Berdasarkan hasil pengkajian risiko kebakaran, rumah sakit menerapkan proses proteksi kebakaran (yang merupakan bagian dari Manajemen Fasilitas dan Keamanan (MFK) pada standar MFK 1 untuk:

Risiko dapat mencakup peralatan, sistem, atau fitur  lain untuk proteksi kebakaran yang rusak, terhalang, tidak berfungsi, atau perlu disingkirkan. Risiko juga dapat diidentifikasi dari proyek konstruksi, kondisi penyimpanan yang berbahaya, kerusakan peralatan dan sistem, atau pemeliharaan yang diperlukan yang berdampak pada sistem keselamatan kebakaran.

Rumah sakit harus memastikan bahwa semua yang di dalam faslitas dan lingkungannya tetap aman jika terjadi kebakaran, asap, dan keadaan darurat non-kebakaran.

Struktur dan desain fasilitas perawatan kesehatan  dapat membantu mencegah, mendeteksi, dan memadamkan kebakaran serta menyediakan jalan keluar yang aman dari fasilitas tersebut.

9) Elemen Penilaian MFK 6


f. Peralatan Medis

1) Standar MFK 7

Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses pengelolaan peralatan medik.

2) Maksud dan tujuan MFK 7.

Untuk menjamin peralatan medis dapat digunakan dan layak pakai maka rumah sakit perlu melakukan pengelolaan peralatan medis dengan baik dan sesuai standar serta peraturan perundangan yang berlaku.

Proses pengelolaan peralatan medis (yang merupakan bagian dari progam Manajemen Fasilitas dan Keselamatan/MFK pada standar MFK 1 meliputi:

Rumah Sakit menetapkan staf yang kompeten untuk melaksanakan kegiatan ini. Hasil pemeriksaan (inspeksi), uji fungsi, dan pemeliharaan serta kalibrasi didokumentasikan. Hal ini menjadi dasar untuk menyusun perencanaan dan pengajuan anggaran untuk  penggantian, perbaikan, peningkatan (upgrade), dan perubahan lain.

Rumah sakit memiliki sistem untuk memantau dan bertindak atas pemberitahuan bahaya peralatan medis, penarikan kembali, insiden yang dapat dilaporkan, masalah, dan kegagalan yang dikirimkan oleh produsen, pemasok, atau badan pengatur. Rumah sakit harus mengidentifikasi dan mematuhi hukum dan peraturan  yang berkaitan dengan pelaporan insiden terkait peralatan medis. Rumah sakit melakukan analisis akar masalah dalam menanggapi setiap kejadian sentinel.

Rumah sakit mempunyai proses identifikasi, penarikan (recall) dan pengembalian, atau pemusnahan produk  dan peralatan medis yang ditarik kembali oleh pabrik atau pemasok. Ada kebijakan atau prosedur yang mengatur penggunaan setiap produk atau peralatan yang ditarik kembali (under recall).

 

3) Elemen Penilaian MFK 7


g. Sistem Utilitas

1) Standar MFK 8

Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan proses  untuk memastikan semua sistem utilitas (sistem pendukung) berfungsi efisien dan efektif yang meliputi pemeriksaan, pemeliharaan, dan perbaikan sistem utilitas.

2) Maksud dan Tujuan MFK 8

Definisi utilitas adalah sistem dan peralatan untuk mendukung layanan penting bagi keselamatan pasien. Sistem utilitas disebut juga sistem penunjang yang mencakup jaringan listrik, air, ventilasi dan aliran udara, gas medik dan uap panas. Sistem utilitas yang  berfungsi efektif akan menunjang lingkungan asuhan pasien yang aman. Selain sistim utilitas perlu juga dilakukan pengelolaan komponen kritikal terhadap listrik, air dan gas medis misalnya perpipaan, saklar, relay/penyambung, dan lain-lainnya.

Asuhan pasien rutin dan darurat berjalan selama 24  jam terus menerus, setiap hari, dalam waktu 7 (tujuh) hari  dalam seminggu. Jadi, kesinambungan fungsi utilitas merupakan hal esensial untuk memenuhi  kebutuhan pasien. Termasuk listrik dan air harus tersedia selama 24 jam terus menerus, setiap hari, dalam waktu 7 (tujuh) hari dalam seminggu.

Pengelolaan sistim utilitas yang baik dapat mengurangi potensi risiko pada pasien maupun staf. Sebagai  contoh, kontaminasi berasal dari sampah di area persiapan makanan, kurangnya ventilasi di laboratorium klinik, tabung oksigen yang disimpan tidak terjaga dengan baik, kabel listrik bergelantungan, serta dapat menimbulkan bahaya. Untuk menghindari kejadian ini maka rumah sakit harus melakukan pemeriksaan berkala dan pemeliharan preventif.

Rumah sakit perlu menerapkan proses pengelolaan sistem utilitas dan komponen kritikal (yang merupakan bagian dari progam Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) pada standar MFK 1 sekurang- kurangnya meliputi:

 

3) Elemen Penilaian MFK 8

 

4) Standar MFK 8.1

Dilakukan pemeriksaan, pemeliharaan, dan perbaikan sistem utilitas.

5) Maksuddan Tujuan MFK 8.1

Rumah sakit harus mempunyai daftar inventaris lengkap sistem utilitas dan menentukan komponen yang  berdampak pada bantuan hidup, pengendalian infeksi, pendukung lingkungan, dan komunikasi. Proses menajemen utilitas menetapkan pemeliharaan utilitas untuk memastikan utilitas pokok/penting seperti air, listrik, sampah, ventilasi, gas medik, lift agar dijaga, diperiksa berkala, dipelihara, dan diperbaiki.

6) Elemen Penilaian MFK 8.1

7) Standar MFK 8.2

Sistem utilitas rumah sakit menjamin tersedianya air bersih dan listrik sepanjang waktu serta menyediakan sumber cadangan/alternatif persediaan air dan tenaga listrik jika terjadi terputusnya sistem, kontaminasi, atau kegagalan.

8) Maksud dan Tujuan MFK 8.2

Pelayanan pasien dilakukan selama 24 jam terus menerus, setiap hari dalam seminggu di  rumah sakit. Rumah sakit mempunyai kebutuhan sistem utilitas yang berbeda-beda bergantung pada misi rumah sakit, kebutuhan pasien, dan sumber daya. Walaupun begitu, pasokan sumber air bersih dan listrik terus menerus sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pasien. Rumah sakit harus melindungi  pasien dan staf dalam keadaan darurat seperti jika terjadi kegagalan sistem, pemutusan, dan kontaminasi.

Sistem tenaga listrik darurat dibutuhkan oleh semua rumah sakit yang ingin memberikan asuhan kepada pasien tanpa putus dalam keadaan darurat. Sistem darurat ini memberikan cukup tenaga listrik untuk  mempertahankan fungsi yang esensial dalam keadaan darurat dan juga menurunkan risiko terkait terjadi kegagalan. Tenaga listrik cadangan dan darurat harus dites sesuai dengan rencana yang dapat membuktikan beban tenaga listrik memang seperti yang dibutuhkan. Perbaikan dilakukan jika dibutuhkan seperti menambah kapasitas listrik di area dengan peralatan baru.

Mutu air dapat berubah mendadak karena banyak sebab, tetapi sebagian besar karena terjadi di luar rumah sakit seperti ada kebocoran di jalur suplai ke rumah sakit. Jika terjadi suplai air ke rumah sakit terputus maka persediaan air bersih darurat harus tersedia segera.

Untuk mempersiapkan diri terhadap keadaan darurat seperti ini, rumah sakit  agar mempunyai proses meliputi:

  1. Mengidentifikasi peralatan, sistem, serta area yang memiliki risiko paling tinggi terhadap pasien dan staf (sebagai contoh, rumah sakit mengidentifikasi area yang membutuhkan penerangan, pendinginan (lemari es), bantuan hidup/ventilator, serta air bersih untuk membersihkan dan sterilisasi alat);
  2. Menyediakan air bersih dan listrik 24 jam setiap haridan 7 (tujuh) hari seminggu;
  3. Menguji ketersediaan serta kehandalan sumber  tenagalistrik dan air bersih darurat /pengganti/ back-up;
  4. Mendokumentasikan hasil-hasil pengujian;
  5. Memastikanbahwa pengujian sumber cadangan/alternatif air bersih dan listrik dilakukan setidaknya setiap 6 (enam) bulan atau lebih sering jika dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan di daerah, rekomendasi produsen, atau kondisi  sumber listrik dan air. Kondisi sumber listrik dan air yang mungkin dapat meningkatkan frekuensi pengujian mencakup:

9) ElemenPenilaian MFK 8.2

10) StandarMFK 8.2.1

Rumah sakit melakukan uji coba/uji beban sumber listrik dan sumber air cadangan/alternatif.

11) Maksud dan Tujuan MFK 8.2.1

Rumah sakit melakukan pengkajian risiko dan meminimalisasi risiko kegagalan sistem utilitas di area-area berisiko terutama area pelayanan pasien.

Rumah sakit merencanakan tenaga listrik cadangan darurat (dengan menyiapkan genset) dan penyediaan sumber air bersih darurat untuk area- area yang membutuhkan. Untuk memastikan kapasitas beban yang dapat dicapai oleh unit genset apakah benar-benar mampu mencapai beban tertinggi maka pada waktu pembelian unit genset, dilakukan test loading dengan menggunakan alat yang bernama dummy load.

Selain itu, rumah sakit melaksanakan uji coba sumber listrik cadangan/alternatif sekurangnya 6 (enam) bulan sekali atau lebih sering bila diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau oleh kondisi sumber listrik. Jika sistem listrik darurat membutuhkan sumber bahan bakar maka jumlah tempat penyimpanan bahan bakar perlu dipertimbangkan. Rumah sakit dapat menentukan jumlah bahan bakar yang disimpan, kecuali ada ketentuan lain dari pihak berwenang.

12) ElemenPenilaian MFK 8.2.1

13) Standar MFK 8.3

Rumah sakit melakukan pemeriksaan air bersih dan  air limbah secara berkala sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

14) Maksud dan Tujuan MFK 8.3

Seperti dijelaskan di MFK 8.2 dan MFK 8.2.1, mutu  air rentan terhadap perobahan yang mendadak, termasuk perobahan di luar kontrol rumah sakit. Mutu air juga kritikal di dalam proses asuhan klinik seperti pada dialisis ginjal. Jadi, rumah sakit menetapkan proses monitor mutu air termasuk tes (pemeriksaan) biologik air yang dipakai untuk dialisis ginjal. Tindakan dilakukan jika mutu air ditemukan tidak aman. 

Monitor dilakukan paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali  atau lebih cepat mengikuti peraturan perundang-undangan, kondisi sumber air, dan pengalaman yang lalu dengan masalah mutu air. Monitor dapat dilakukan oleh perorangan yang ditetapkan rumah sakit seperti staf dari laboratorium klinik, atau oleh dinas kesehatan, atau pemeriksa air pemerintah di luar rumah sakit yang kompeten untuk melakukan pemeriksaan seperti itu. Apakah diperiksa oleh staf rumah sakit atau oleh otoritas di luar rumah sakit maka tanggung jawab rumah sakit adalah memastikan pemeriksaan (tes) dilakukan lengkap dan tercatat dalam dokumen.

Karena itu, rumah sakit perlu mempunyai proses meliputi:

15) Elemen Penilaian MFK 8.3


h. Penanganan Kedaruratan dan Bencana

1) Standar MFK 9

Rumah sakit menerapkan proses penanganan bencana untuk menanggapi bencana yang berpotensi terjadi di wilayah rumah sakitnya.

2) Maksud dan Tujuan MFK 9

Keadaan darurat yang terjadi, epidemi, atau bencana  alam akan berdampak pada rumah sakit. Proses penanganan bencana dimulai dengan mengidentifikasi jenis bencana yang mungkin terjadi di wilayah rumah sakit berada dan dampaknya terhadap rumah sakit yang dapat berupa kerusakan fisik, peningkatan jumlah pasien/korban yang signifikan, morbiditas dan mortalitas tenaga Kesehatan, dan gangguan operasionalisasi rumah sakit. Untuk menanggapi secara efektif maka rumah sakit perlu menetapkan proses pengelolaan bencana yang merupakan bagian dari progam Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) pada standar MFK 1 meliputi:

Rumah sakit yang aman adalah rumah sakit yang fasilitas layanannya tetap dapat diakses dan berfungsi pada kapasitas maksimum, serta dengan infrastruktur yang sama, sebelum, selama, dan segera setelah dampak keadaan darurat dan  Fungsi rumah sakit yang terus berlanjut bergantung pada berbagai faktor termasuk keamanan dan keselamatan bangunan, sistem dan peralatan pentingnya, ketersediaan persediaan, serta kapasitas penanganan darurat dan bencana di rumah sakit terutama tanggapan dan pemulihan dari bahaya  atau kejadian yang mungkin terjadi. 

Kunci pengembangan menuju keamanan dan  keselamatan di rumah sakit adalah melakukan analisis kerentanan terhadap kemungkinan  bencana  (Hazard Vulnerability Analysis) yang dilakukan rumah sakit setiap tahun. 

3) ElemenPenilaian MFK 9


i. Konstruksidan Renovasi

1) Standar MFK 10

Rumah sakit melakukan penilaian risiko prakontruksi / Pre Contruction Risk Assessment (PCRA) pada waktu merencanakan pembangunan baru (proyek konstruksi), renovasi dan pembongkaran. 

2) Maksud dan tujuan MFK 10

Kegiatan konstruksi, renovasi, pembongkaran, dan pemeliharaan di rumah sakit dapat  berdampak pada semua orang dalam area rumah sakit. Namun, pasien mungkin menderita dampak terbesar. Misalnya, kebisingan dan getaran yang terkait dengan aktivitas ini dapat memengaruhi tingkat kenyamanan pasien, dan debu serta bau dapat mengubah kualitas udara, yang dapat mengancam status pernapasan pasien. Risiko terhadap pasien, staf, pengunjung, badan usaha independen, dan lainnya di rumah sakit akan bervariasi tergantung pada sejauh mana aktivitas konstruksi, renovasi, pembongkaran, atau pemeliharaan dan dampaknya terhadap perawatan pasien, infrastruktur, dan utilitas.

Untuk menilai risiko yang terkait dengan konstruksi, renovasi, atau proyek pembongkaran, atau aktivitas pemeliharaan yang memengaruhi perawatan pasien  maka rumah sakit melakukan koordinasi antar satuan kerja terkait, termasuk, sesuai kebutuhan, perwakilan dari desain proyek, pengelolaan proyek, teknik fasilitas, fasilitas keamanan/keselamatan, pencegahan dan pengendalian infeksi, keselamatan kebakaran, rumah tangga, layanan teknologi informasi, dan satuan kerja serta layanan klinis.

Penilaian risiko digunakan untuk mengevaluasi risiko secara komprehensif untuk mengembangkan rencana  dan menerapkan tindakan pencegahan yang akan meminimalkan dampak proyek konstruksi terhadap kualitas, keselamatan dan keamanan perawatan pasien.

Proses penilaian risiko konstruksi meliputi:

Selain itu, rumah sakit memastikan bahwa kepatuhan kontraktor dipantau, ditegakkan, dan didokumentasikan. Sebagai bagian dari penilaian risiko, risiko infeksi  pasien dari konstruksi dievaluasi melalui penilaian risiko pengendalian infeksi, juga dikenal sebagai ICRA.

Setiap ada kontruksi, renovasi dan demolisi harus dilakukan penilaian risiko prakontruksi termasuk  dengan rencana/pelaksanaan pengurangan risiko dampak keselamatan serta keamanan bagi pasien, keluarga, pengunjung, dan staf. Hal ini berdampak memerlukan biaya maka rumah sakit dan pihak kontraktor juga perlu menyediakan anggaran untuk  penerapan Pra Contruction Risk Assessment (PCRA) dan Infection Control Risk Assessment (ICRA).

10) ElemenPenilaian MFK 10.


j. Pelatihan

1) Standar MFK 11

Seluruh staf di rumah sakit dan yang lainnya telah  dilatih dan memiliki pengetahuan tentang pengelolaan fasilitas rumah sakit, program keselamatan dan peran mereka dalam memastikan keamanan dan keselamatan fasilitas secara efektif.

2) Maksud dan Tujuan MFK 11

Staf adalah sumber kontak utama rumah sakit dengan pasien, keluarga, dan pengunjung. Oleh karena itu, mereka perlu dididik dan dilatih untuk menjalankan perannya dalam mengidentifikasi dan mengurangi risiko,  melindungi orang lain dan diri mereka sendiri, serta menciptakan fasilitas yang aman, selamat dan terjamin.

Setiap rumah sakit harus memutuskan jenis dan  tingkat pelatihan untuk staf dan kemudian melaksanakan dan mendokumentasikan program pelatihan. Program pelatihan dapat mencakup instruksi kelompok, modul pendidikan online, materi pendidikan tertulis, komponen orientasi staf baru, dan/atau beberapa mekanisme lain yang memenuhi kebutuhan rumah sakit. Pelatihan diberikan kepada semua staf di semua shift setiap tahun dan membahas semua program pengelolaan fasilitas dan keselamatan. Pelatihan mencakup instruksi tentang proses pelaporan potensi risiko dan pelaporan insiden dan cedera. Program pelatihan melibatkan pengujian pengetahuan staf. Staf dilatih dan diuji tentang prosedur darurat, termasuk prosedur keselamatan kebakaran. Sebagaimana berlaku untuk peran dan tanggung jawab anggota staf, pelatihan dan pengujian membahas bahan berbahaya dan respons terhadap bahaya, seperti tumpahan bahan kimia berbahaya, dan penggunaan peralatan medis yang dapat menimbulkan risiko bagi pasien dan staf. Pengetahuan dapat diuji melalui berbagai cara, seperti demonstrasi individu atau kelompok,  demonstrasi, peristiwa simulasi seperti epidemi di masyarakat, penggunaan tes tertulis atau komputer, atau cara lain yang sesuai dengan pengetahuan yang diuji. Dokumen rumah sakit yang diuji dan hasil pengujian.

3) Elemen Penilaian MFK 11

MFK Geser ke => 5Jam 20Minute

 60,364 total views,  1 views today