STARKES – Akreditasi Rumah Sakit Indonesia – SNARS.WEB.ID

PANDUAN BANTUAN HIDUP DASAR

PANDUAN

BANTUAN HIDUP DASAR

……………………. TAHUN 2014

BAB I DEFINISI

Bantuan hidup dasar adalah upaya mempertahankan hidup seseorang untuk sementara melalui membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara melaluipenguasaan jalan nafas, memberikan bantuan penafasan dan membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.

 

BAB II RUANG LINGKUP

BHD diberikan pada korban yang mengalami gangguan sumbatan jalan nafas, henti nafas dan henti nadi.Beberapa keadaan korban dibawah ini dapat menyebabkan terjadinya henti nafas :

  1. Tenggelam
  2. Stroke
  3. Obstruksi jalan nafas
  4. Epiglotitis
  5. Overdosis obat – obatan
  6. Tersengat listrik
  7. Infark miokard
  8. Tersambar petir
  9. Koma akibat bertbagai macam kasus

BAB III TATA LAKSANA

Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit memprediksi kapan terjadinya.Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya.Harus dipikirkan satu bentuk mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat kejadian, selama perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan di fasilitas kesehatan sampai pasca kejadian cedera.Tercapainya kualitas hidup penderita pada akhir bantuan harus tetap menjadi tujuan dari seluruh rangkai pertolongan yang diberikan.

Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan :

  1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya
  2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :

3.1 SURVEI PRIMER

Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu :

Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :

  1. Memastikan keamanan lingkungan bagi
  2. Memastikan kesadaran dari korban /

Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban / pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!!

  1. Meminta pertolongan

Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut. penolong dapat meminta bantuan kepada orang di sekitarnya untuk menghubungi panggilan darurat/ rumah sakit terdekat supaya dapat mengirimkan bantuan tenaga kesehatan yang lebih ahli.

  1. Memperbaiki posisi korban / pasien

Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras.Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.Ingat !penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.

  1. Mengatur posisi penolong

Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakan lutut.

A (AIRWAY) Jalan Napas

Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan   melakukan

tindakan :

  1. Pemeriksaan jalan napas

Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing.Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.

  1. Membuka jalan napas

Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot–otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu (Head tilt – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula. Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang awam dan petugas kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas kesehatan harus dapat melakukan manuver lainnya.

B ( BREATHING) Bantuan napas

Terdiri dari 2 tahap :

  1. Memastikan korban / pasien tidak

Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas korban / pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban / pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka.Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

  1. Memberikan bantuan

Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5–2 detik dan volume udara   yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban / pasien terlihat mengembang.

Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16– 17%.Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban / pasien setelah diberikan bantuan napas.

Cara memberikan bantuan pernapasan :

Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang cepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru–paru korban / pasien.

Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan napas dan   juga penolong harus menutup lubang hidung korban / pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan orang dewasa adalah 400 – 500 ml (10 ml/kg).

Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban / pasien.

C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi

Terdiri dari 2 tahapan :

  1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.

Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher korban / pasien, dengan dua atau tifa jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira–kira 1–2 cm, raba dengan lembut selama 5–10 detik.

Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban / pasien.Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.

  1. Melakukan bantuan sirkulasi

Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :

3.2.   MELAKUKAN BHD 1 DAN 2 PENOLONG.

Orang awam hanya mempelajari cara melakukan BHD 1 penolong. Teknik BHD yang dilakukan oleh 2 penolong menyebabkan kebingungan koordinasi. BHD 1 penolong pada orang awam lebih efektif mempertahankan sirkulasi dan ventilasi yang adekuat, tetapi konsekuensinya akan menyebabkan penolong cepat lelah.

BHD 1 penolong dapat mengikuti urutan sebagai berikut :

  1. Penilaian korban.

Tentukan kesadaran korban / pasien (sentuh dan goyangkan korban dengan lembut dan mantap), jika tidak sadar, maka

  1. Minta pertolongan serta aktifkan sistem
  2. Jalan napas (AIRWAY)
    • Posisikan korban / pasien
    • Buka jalan napas dengan manuver tengadah kepala – topang
  3. Pernapasan (BREATHING)

Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat atau tidak pernapasan korban / pasien.

  1. Sirkulasi (CIRCULATION)

Periksa tanda–tanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan pernapasan dengan cara melihat ada tidaknya pernapasan spontan, batuk atau pergerakan. Untuk petugas kesehatan terlatih hendaknya memeriksa denyut nadi pada arteri Karotis.

  1. Penilaian Ulang

Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi (+2Menit) kemudian korban dievaluasi kembali,

BAB IV DOKUMENTASI

   Untuk pencatatan kasus bukan pasien RS pencatatan cukup didokumentasikan di status gawat darurat.Untuk pasien Rawat inap didokumentasikan pada file RM 07(Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi).

REFERENSI

Zaidulfar. (2010) Cardio Pulmonary Rescucitation. Proceedings of skill lab training of medical student of Block 16th of Andalas University, 5Indonesia.

Latief Said A,dkk. (2002) Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Karo, Santoso dkk (2009) Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS (Advanced Cardiac Life support) Indonesia. Jakarta; PERKI-2008.

Muhiman, Muhardi, dkk. (1989) Anestesiologi. Jakarta; bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

HET (2010) Materi Diklat Medis, KAT serta Pengabdian Masyarakat Angkatan XXI. Padang; Hipocrates Emergency Team FK Unand 2010.

Editor Lyli Ismudiat R, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal : 106, 1998.

Sunatrio DR, Resusitasi Jantung Paru, editor Muchtaruddin Mansyur, IDI, Jakarta, hal 193.

 3,963 total views,  5 views today