STARKES – Akreditasi Rumah Sakit Indonesia – SNARS.WEB.ID

CONTOH PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF – STARKES 2022

CONTOH Regulasi Komunikasi Efektif (KE-1 EP-1), Silakan Donload !

LAMPIRAN : 
PERATURAN DIREKTUR RS SEHAT WARAS
NOMOR 016/PER/DIR/XI/2014 TENTANG PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF

PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF

BAB I – PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang

Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari, mulai antar teman/pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai aselalu berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku pasien yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas, perawat dan dokter harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang bisa diterapkan di segala situasi.

Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter sehingga takut bertanya dan bercerita atau mengungkapkan diri. Hasilnya, pasien menerima saja apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang harus kita perbaiki. Pasien dan dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga pasien tidak merasa rendah diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya.

Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu yang lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena petugas, perawat dasn dokter terampil mengenali kebutuhan pasien. Atas dasar kebutuhan pasien, perawat dan dokter melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman komunikasi efektif untuk petugas, perawat dan dokter di RS SEHAT WARAS untuk memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.

I.2. Tujuan

Secara umum tujuan penyusunan pedoman komunikasi efektif ini adalah :

1. Memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan dokter mengenai cara berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.
2. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan pasien dan keluarganya.
3. Menghindarkan kesalahpahaman yang bisa menimbulkan dugaan malpraktik.


BAB II PENERIMAAN (ADMISSION)

 Proses penerimaan merupakan titik awal kontak pasien dengan rumah sakit. Informasi penting pasien dikumpulkan selama penerimaan dan digunakan untuk tujuan identifikasi, penagihan dan perencanaan perawatan. Selain itu, pasien menerima sejumlah informasi dari rumah sakit termasuk dokumen hak pasien dan kebijakan rumah sakit yang bersangkutan.

Informasi mengenai kebutuhan, latar belakang budaya, spritual, mobilitas dan kebutuhan pasien lainnya adalah penting bagi staf rumah sakit untuk membantu dalam proses penerimaan untuk merencanakan layanan dan akomodasi yang sesuai. Setiap data yang dikumpulkan selama penerimaan harus mudah diakses disemua titik perawatan dan di unit-unit terkait lainnya di rumah sakit.

Daftar-daftar penting untuk meningkatkan komunikasi efektif selama proses penerimaan (admission) adalah sebagai berikut :

  1. Menginformasikan pasien hak-hak
  2. Mengenali bahasa pilihan pasien untuk mendiskusikan perawatan
  3. Mengenali apakah pasien memiliki kebutuhan sensorik atau
  4. Tentukan apakah pasien perlu bantuan mengisi formulir
  5. Kumpulkan data ras dan etnis pasien dalam catatan
  6. Mengenali jika pasien menggunakan perangkat
  7. Menanyakan pasien jika ada kebutuhan tambahan yang dapat mempengaruhinya atau perawatannya.
  8. Komunikasikan informasi tentang kebutuhan pasien khusus untuk tim

 

I.1.  Menginformasikan pasien hak-hak mereka

Beberapa hak pasien mengatasi kebutuhan yang khusus dari individu, seperti hak untuk memiliki penterjemah bahasa, hak untuk menerima akomodasi untuk penyandang cacat, hak untuk bebas dari diskriminasi ketika menerima perawatan, hak untuk mengidentifikasi pendamping untuk hadir selama tinggal di rumah sakit, dan untuk menunjuk seorang pembuat keputusan pengganti. Ada beberapa cara untuk memastikan bahwa pasien diberitahu tentang hak-hak mereka dengan cara mendukung mereka dalam perawatan mereka, termasuk yang berikut:

  1. Kebijakan rumah sakit terkait (dalam bahasa yang sering ditemui) di ruang
  2. Sertakan informasi tentang kebijakan rumah sakit yang relevan dalam dokumen hak
  3. Memberikan materi hak pasien dalam beberapa bahasa dan format alternatif (misalnya audio, materi visual atau tertulis).
  4. Jelaskan hak untuk memiliki penterjemah
  5. Jelaskan hak untuk akomodasi bagi individu penyandang cacat dan layanan yang diberikan untuk membantu pasien dengan kebutuhan komunikasi atau masalah
  6. Menjelaskan hak untuk bebas dari diskriminasi dan penyediaan perawatan yang adil untuk semua pasien.
  7. Jelaskan hak untuk memperkenalkan pendamping selama
  8. Jelaskan hak untuk menunjuk pembuat keputusan
I.2.  Mengidentifikasi bahasa yang disukai pasien untuk mendiskusikan perawatan kesehatan

 Tanya pasien, “Dalam bahasa apa yang anda pilih untuk mendiskusikan perawatan kesehatan anda?”. Rumah sakit harus menentukan bahasa yang dipilih pasien, terlepas apakah pasien berbicara bahasa Indonesia dengan lancar atau menggunakan bahasa lain untuk berkomunikasi.

 

 

 

I.3.         Identifikasi apakah pasien memiliki kebutuhan sensorik atau komunikasi

 

Pasien dengan pra pendengaran, visual atau gangguan bicara mungkin tiba di rumah sakit dengan alat bantu komunikasi mereka sendiri atau perangkat. Untuk pasien yang mengalami gangguan sensorik atau komunikasi karena kondisi kesehatan mereka saat ini, mungkin perlu untuk rumah sakit memberikan bantuan dan layanan tambahan atau tambahan dan sumber alternatif komunikasi (AAC) untuk mefasilitasi komunikasi.

 

I.4.         Menentukan apakah pasien perlu bantuan dalam melengkapi formulir penerimaan

 

Lebih dari 40% orang dewasa mengalami buta aksara dan 88% dari orang dewasa masih kurang memahami istilah kesehatan. Staf harus dapat mengidentifikasi pasien yang memerlukan bantuan membaca atau melengkapi formulir pendaftaran.

 

 

 

I.5.         Mengumpulkan data demografi pasien dalam rekam medis (ras, etnis, agama, latar belakang pendidikan)

Rumah sakit harus mengumpulkan data demografi pasien untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien. Data penting ini memberikan infomasi pada rumah sakit tentang kebutuhan potensi budaya dan pendidikan masing-masing pasien.

 

 

 

I.6.         Mengidentifikasi jika pasien memerlukan alat bantu.

 

Pasien mungkin tiba di rumah sakit dengan salah satu alat yang ia gunakan untuk membantu aktifitas hidup dan/atau mobilitas sehari-hari. Rumah sakit harus memastikan bahwa pasien dapat difasilitasi selama berada di rumah sakit.

 

 

 

I.7.         Menanyakan pasien jika ada kebutuhan tambahan yang dapat mempengaruhi perawatannya

 

Meskipun banyak hal yang diidentifikasi mengenai kebutuhan pasien, mungkin ada masalah tambahan (seperti nilai, keyakinan atau kebutuhan lainnya) yang membutuhkan koordinasi dari staf rumah sakit.

I.8.         Mengkomunikasikan informasi khusus pada tim perawatan

 

Informasi tentang kebutuhan pasien yang dikumpulkan selama penerimaan dapat membantu staf mengkoordinasikan bantuan komunikasi, nilai dan keyakinan selama perawatan.

 

BAB III ASESMEN

 

 

Setelah seorang pasien dirawat di rumah sakit, staf klinis melakukan penilaian klinis untuk menentukan pengobatan, perawatan, dan layanan yang akan memenuhi kebutuhan pasien. Staf harus fokus pada pengumpulan setiap informasi klinis, lingkungan, demografi, atau sosial yang berhubungan dengan diagnosa dan perawatan pasien. Meskipun beberapa kebutuhan dasar pasien telah diidentifikasi selama penerimaan, proses asesmen memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberitahu hal-hal yang lebih sensitif. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perawatan dan penting untuk dipertimbangkan. Beberapa diantaranya mobilitas, orientasi seksual dan gaya hidup.

Staf harus memastikan kebutuhan komunikasi pasien sebelum melakukan penilaian yang komprehensif atau melibatkan pasien dalam diskusi perawatan.

Daftar-daftar yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan komunikasi efektif selama proses asesmen adalah sebagai berikut :

  1. Mengidentifikasi dan mengatasi kebutuhan komunikasi pasien selama
  2. Memulai proses asesmen dengan
  3. Mendukung kemampuan pasien untuk memahami informasi kesehatan yang
  4. Mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan mobilitas pasien selama
  5. Mengidentifikasi budaya, agama, nilai atau keyakinan pasien yang mempengaruhi
  6. Mengidentifikasi kebutuhan makanan pasien atau pembatasan yang mempengaruhi
  7. Meminta pasien untuk memperkenalkan pendamping selama
  8. Berkomunikasi mengenai kebutuhan khusus pasien pada tim

 

 

III.1.   Mengidentifikasi dan mengatasi kebutuhan komunikasi pasien selama asesmen.

 

Memberikan bantuan komunikasi yang tepat selama proses penilaian untuk memenuhi kebutuhan komunikasi yang sebelumnya diidentifikasi selama proses penerimaan.

 

 

 

 

III.2.   Memulai proses asesmen dengan pengenalan.

 

Staf dapat menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan dan preferensi pasien dengan menjelaskan perannya selama perawatan .

 

 

 

III.3.   Mendukung kemampuan pasien untuk memahami informasi kesehatan.

 

Pasien dengan pemahaman kesehatan yang rendah mungkin memiliki kesulitan besar memahami informasi kesehatan, partisipasi dalam mengambil keputusan untuk pengobatan dan rencana-rencana perawatan.

 

 

III.4.   Identifikasi kebutuhan mobilitas pasien selama asesmen.

 

Banyak pasien dengan kebutuhan mobilitas mengalami kesulitan secara fisik.

 

 

 

 

III.5.   Mengidentifikasi   budaya,   agama,   atau   kegiatan   dan   keyakinan   spiritual   yang mempengaruhi perawatan.

Budaya, agama atau keyakinan spritual dapat mempengaruhi persepsi pasien dan keluarga tentang penyakit dan bagaimana mereka melakukan pengobatan. Selain itu, pasien mungkin memiliki kebutuhan khusus yang terkait dengan budaya, agama, atau keyakinan spritual mereka.

 

 

 

III.6.   Mengidentifikasi kebutuhan makanan pasien atau pembatasan yang mempengaruhi perawatan.

Kebutuhan makanan dan pembatasan dapat timbul dari budaya, agama atau praktik spiritual atau mereka mungkin berhubungan dengan kondisi medis pasien.

 

 

 

III.7.   Meminta pasien menunjuk pendamping pasien.

 

Pendamping pasien harus memberikan dukungan emosional, memberikan kenyamanan, dan mengurangi rasa takut selama pasien tinggal di rumah sakit. Pasien harus memiliki akses ke pendukung pilihan mereka setiap saat.

 

 

 

III.8.   Mengkomunikasikan informasi tentang kebutuhan pasien khusus pada tim asuhan.

 

Setiap informasi tentang kebutuhan pasien harus mudah diakses di semua titik perawatan dan di departemen-departemen lain yang sesuai untuk membantu staf memberikan layanan dan pengaturan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien.

 

BAB IV PERAWATAN

 

 

Staf mengidentifikasikan banyak kebutuhan khusus pasien selama penerimaan dan asesmen, dan penting bagi rumah sakit untuk mengatasi kebutuhan tersebut. Kebutuhan pasien tersebut dapat berubah selama perawatan. Rumah sakit harus siap untuk beradaptasi dengan proses dan prosedur yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasien selama masa perawatan yang bervariasi.

Sebelum melibatkan pasien dalam diskusi rencana perawatan, rumah sakit harus memenuhi kebutuhan komunikasi pasien. Pasien harus dapat memahami informasi kesehatannya dan berpartisipasi penuh dalam diskusi sehingga rumah sakit dapat memperoleh informasi yang tepat dan memberikan pendidikan kepada pasien.

Daftar untuk meningkatkan komunikasi efektif, kompetensi budaya dan perawatan terpusat pasien dan keluarga selama perawatan adalah sebagai berikut :

  1. Mengatasi kebutuhan komunikasi pasien selama perawatan.
  2. Memantau perubahan status komunikasi
  3. Melibatkan pasien dan keluarga dalam proses
  4. Sesuaikan proses persetujuan informasi dan pendidikan
  5. Memberikan pendidikan pasien yang memenuhi kebutuhan
  6. Mengatasi kebutuhan mobilitas pasien selama
  7. Mengakomodasi kegiatan budaya, agama, atau keyakinan spiritual
  8. Memantau perubahan kebutuhan makanan atau pembatasan yang dapat mempengaruhi perawatan
  9. Meminta pasien untuk memperkenalkan pendamping selama
  10. Komunikasikan informasi tentang kebutuhan pasien khusus pada tim

 

 

IV.1.    Mengatasi kebutuhan komunikasi pasien selama perawatan

 

Bantuan komunikasi diperlukan selama perawatan. Pencatatan informasi dalam rekam medis dapat membantu staf untuk mengatasi kebutuhan komunikasi pasien selama perawatan.

 

 

 

IV.2.    Memantau perubahan status komunikasi pasien

 

Perubahan status kesehatan berdasarkan hasil dari perawatan dapat mengganggu kemampuan pasien untuk berkomunikasi. Pasien dapat memiliki gangguan komunikasi yang lebih berat selama perawatan dan staf harus menilai perubahan status komunikasi pasien secara berkala.

 

 

 

IV.3.    Libatkan pasien dan keluarga dalam proses perawatan

 

Staf harus melibatkan pasien dan keluarganya dalam mengembangkan rencana perawatan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Staf harus mendorong pasien dan keluarga untuk mengajukan pertanyaan selama perawatan dan memberikan kesempatan pada mereka untuk berpartisipasi dalam diskusi.

 

 

IV.4.    Sesuaikan proses persetujuan informasi dan pendidikan pasien.

 

Proses persetujuan dan edukasi diinformasikan kepada pasien agar pasien dapat mengerti mengenai pengobatan, perawatan, dan pelayanan yang akan pasien terima.

 

Pemenuhan kebutuhan pasien selama diskusi dituangkan kedalam bahan tertulis dan formulir yang sesuai. Hal ini akan mendukung kemampuan pasien untuk memahami dan bertindak atas informasi kesehatan yang mereka terima.

 

 

 

IV.5.    Identifikasi kebutuhan mobilitas pasien selama asesmen.

 

Banyak pasien dengan kebutuhan mobilitas mengalami kesulitan secara fisik.

 

 

 

 

IV.6.    Mengakomodasi budaya, agama, dan kegiatan atau keyakinan spiritual pasien

 

Keyakinan dan kegiatan pasien dapat mempengaruhi persepsi penyakit dan perawatan. Bila memungkinkan, staf harus mengakomodasi kebutuhan khusus pasien.

 

memiliki batasan dalam menyentuh, jarak, yang mungkin akan berpengaruh terhadap tim perawatan lawan jenis, yang lebih muda atau lebih tua dari pasien.

 

 

 

 

 

IV.7.    Memantau perubahan kebutuhan makanan atau pembatasan yang dapat mempengaruhi perawatan pasien

Kebutuhan makanan dan pembatasan akan diidentifikasi selama proses penerimaan dan asesmen, tetapi kebutuhan-kebutuhan baru dan pembatasan terhadap makanan pasien mungkin timbul karena kondisi medis pasien selama perawatan.

 

 

 

 

 

 

 

IV.8.    Meminta pasien menunjuk pendamping pasien.

 

Pendamping pasien harus memberikan dukungan emosional, memberikan kenyamanan, dan mengurangi rasa takut selama pasien tinggal di rumah sakit. Pasien harus memiliki akses ke pendukung pilihan mereka setiap saat.

 

 

BAB V

PERAWATAN AKHIR

 

 

 

Perawatan akhir termasuk perawatan suportif dan paliatif yang disediakan selama fase terakhir dari kehidupan. Penafsiran mengenai kematian berbeda-beda sesuai dengan pribadi, budaya, agama, keyakinan spiritual dan nilai-nilai. Staf perlu menyadari bahwa peran pengambil keputusan dan keluarga selama perawatan akhir sangatlah penting. Rumah sakit perlu menyesuaikan kebijakan dan prosedur untuk memastikan partisipasi mereka selama fase akhir kehidupan.

Pembahasan mengenai perawatan akhir dapat dilihat pada Panduan Pasien Terminal RS SEHAT WARAS.

BAB VI PEMULANGAN DAN PEMINDAHAN

Rumah sakit harus menggabungkan kebutuhan khusus pasien dalam pemulangan dan pemindahan. Saat rumah sakit berencana memindahkan pasien ke fasilitas lain atau memberikan pasien rujukan untuk tindak lanjut perawatan, maka rumah sakit harus mengidentifikasi rumah sakit rujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan pasien. Rumah sakit juga harus mengembangkan sebuah sistem untuk membantu pasien yang mungkin perlu instruksi lebih lanjut setelah pemulangan.

Pembahasan mengenai pemulangan dan pemindahan pasien dapat dilihat pada Panduan Rencana Pemulangan Pasien RS SEHAT WARAS dan Panduan Transfer Pasien RS SEHAT WARAS.

 

 

BAB VII

KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN PASIEN

 

 

 

 

Pelayanan rumah sakit tidak dapat dipisahkan dari peran komunikasi. Petugas dan tenaga  medis tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses pelayanan kesehatan dengan baik tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pasien, teman, atasan dan pihak-pihak lain.

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit dalam hubungan perawat dan pasien adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Kemampuan perawat melakukan komunikasi verbal akan menentukan kualitas asuhan yang diberikan. Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses keperawatam, perawat selalu menggunakan komunikasi verbal. Oleh karena itu perawat harus memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal.

Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

  1. Tahap Pengkajian

 

Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang dilakukan oleh  petugas registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan data pasien. Data tersebut diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses keperawatan pada tahap selanjutnya.

Data pasien diperoleh dari :

 

  1. Wawancara, terdiri dari :
    • Wawancara admisi

 

Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah sakit dengan tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas pasien.

 

Wawancara ini dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi mengenai keluhan pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dengan tujuan untuk mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit dan menjadi acuan rencana tindakan keperawatan.

 

 

 

 

Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahu masa lalunya. Wawancara terapeutik banyak digunakan oleh professional kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater, biasanya diterapkan pada pasien yang mengalami gangguan psikologis.

  1. Pemeriksaan fisik

 

  1. Pemeriksaan diagnostik (laboratorium, radiologi, dsb)

 

  1. Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien

 

Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh pada kelengkapan data pasien. Oleh karena  itu, peningkatan komunikasi seorang perawat perlu mendapatkan perhatian. Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan budaya yang berpengaruh pada waktu dan tempat terjadinya komunikasi, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan pasien. Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan, menerima dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi kendala, antara lain :

  1. Kemampuan bahasa

 

Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh terhadap persepsi dan                    penafsiran pasien dalam menerima informasi yang sesuai.

  1. Ketajaman pancaindera

 

Ketajaman pancaindera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium bau merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat menerima pesan komunikasi dengan  baik  apabila panca inderanya berfungsi baik. Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran, ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu informasi medik

 

yang mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran, memperhatikan perlu/tidaknya pasien menggunakan alat bantu dengar yang masih berfungsi, memperhatikan kemampuan pasien membaca ekspresi wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan gerak isyarat sebagai bentuk komunikasi non verbal.

  1. Kelemahan fungsi kognitif

 

Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami bahasa.                               Dalam mengkaji pasien ini, perawat harus dapat menilai respon baik secara verbal maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.

  1. Gangguan struktural

 

Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan organ suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komunikasi.

  1. Tahap perumusan diagnosa

 

Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian. Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosa keperawatan yang tepat memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.

  1. Tahap perencanaan

 

Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternative rencana keperawatan yang akan diterapkan. Misalnya, sebelum memberikan makanan kepada pasien, perawat                                                                harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif.

  1. Tahap pelaksanaan

 

Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan ketrampilan dalam berkomunikasi dengan pasien. Terdapat dua

 

katergori umum aktivitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan saat pasien mengalami masalah psikologis.

Pada saat menghadapi pasien, perawat perlu :

 

 

 

 

VII.2.  KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER DAN PASIEN

 

Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupun pasien dapat berperan sebagai sumber atau pengrim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab pertanyaan tenaga medis sesuai pengetahuannya. Sementara tenaga medis sebagai pengirim pesan, berperan pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi serta dampak dari dilakukan dan tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, tenaga medis bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang disampaikan.

Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, dokter sesekali perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan informasi dan pengetahuan yang ada  antara dokter dan pasien, dokter perlu mengambil peran aktif. Ketika pasien dalam posisi sebagai penerima pesan, dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benar-benar memahami pesan yang telah disampaikannya. Misalnya dalam menginterpretasikan kata “panas”. Dokter yang mempunyai

 

pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu pasien, “Kalau dia panas, berikan obatnya.” Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu mencari cara untuk memastikan si ibu mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan menggunakan ukuran yang tepat, yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara menggunakan termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta memberikan obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak mencapai angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami “panas”.

Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang berbeda bisa menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan intensitas radang, intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan diagnosa maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah interpretasi.

Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti sampai pemberi pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi baru dapat dikatakan lengkap ketika pembicara mendapatkan umpan balik dari penerima yang meyakinkannya bahwa tujuan komunikasinya tercapai (penerima pesan memahami sesuai yang diharapkannya).

Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala.

Illness Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik, termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi kepentingannya, apa kekhawatirannya, harapannya, apa yang dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998).

Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter-pasien (doctor-patient partnership), keduanya berada dalam level yang sejajar dan saling bekerja sama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien.

Di dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah dikembangkan oleh Van Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif.

 

 

 

 

Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih melalui kecukupan dokter akan listening skills dan training skills yang dapat diraih melalui latihan.

Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication in Physician-patient Encouter 2002, menyatakan betapa pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut :

  1. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan

 

  1. Kemampuan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan

 

  1. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan / menyampaikan empatinya kepada

 

 

 

Berikut adalah contoh aplikasi empati yang dikembangkan oleh Bylund & Makoul 2002 :

 

Tingkat atau level empati dalam komunikasi dikodekan dalam suatu sistem. Ada 6 level pada pengkodean ini, yaitu :

Level 0 : Dokter menolak sudut pandang pasien. Level 1 : Dokter mengenal secara sambil lalu.

Level 2 : Dokter mengenal sudut pandang pasien secara implicit.

 

Level 3 : Dokter menghargai pendapat pasien. Level 4 : Dokter mengkonfirmasi kepada pasien.

Level 5 : Dokter berbagi perasaan dan pengalaman dengan pasien.

 

 

 

Keterangan :

 

Level 3 – 5 adalah pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.

 

 

 

Contoh-contoh kalimat :

 

Level 5             : Berbagi pengalaman maupun perasaan

 

“Ya saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat khawatir.

Level 4            :    Konfirmasi

 

“Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda untuk menyempatkan berolahraga.”

Level 3            :    Penghargaan

 

“Anda bilang Anda sangat stress datang ke sini? Apa Anda mau menceritakan

lebih jauh apa yang membuat Anda stress?”

 

Level 2            :    Pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien (terhadap penyakitnya) secara implicit.

Pasien          : “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja.”

 

Dokter         : “Ya…? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?”

 

 

 

Level 1            :    Pengenalan secara sambil lalu

 

“A-ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain, menulis, membalikkan badan,

menyiapkan alat, dan lain-lain.

 

Level 0            :    Penolakan terhadap apa yang menjadi sudut pandang pasien.

 

 

“Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?!” atau “Ya, lebih baik    operasi  saja

sekarang.”

 

 

 

Ketrampilan empati bukan hanya sekedar basa-basi atau bermanis mulut kepada pasien, melainkan :

  1. Mendengarkan

 

  1. Responsif pada kebutuhan

 

  1. Responsif pada kepentingan

 

  1. Usaha memberikan pertolongan kepada

 

 

 

Sikap Profesional Dokter

 

Sikap professional dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan tugasnya, yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan peran dan fungsinya, mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu., pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain. Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap professional ini penting untuk menjalin sambung rasa, sehingga pasien merasa nyaman, aman, dan dapat percaya kepada dokter yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Contoh sikap dokter ketika menerima pasien :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua tahap yang penting :

 

  1. Tahap pengumpulan informasi

 

Dimulai dengan tahap penggalian informasi yang terdiri dari :

 

  1. Mampu mengenali alasan kedatangan pasien.

 

Penggalian informasi akan berhasil apabila dokter mampu menjadi pendengar yang aktif sehingga pasien dapat mengungkapkan kepentingan, harapan, kecemasannya secara terbuka dan

 

jujur. Hal ini akan membantu dokter dalam menggali riwayat kesehatannya yang merupakan data-data penting untuk menegakkan diagnosis.

  1. Penggalian riwayat penyakit

 

Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakuakn melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti dnegan pertanyaan tertutup yang membutuhkan

jawaban “ya” atau “tidak”. Inilah yang dimaksud dalam kotak kedua, dalam Van Dalen (2005), dokter merupokan seorang ahli  yang akan menggali riwayat                      kesehatan pasien sesuai kepentingan medis.

Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan :

 

 

Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis meliputi :

 

 

 

Assesmen dengan sistem PQRST ceklist P = Provocation and Palliation

 

 

 

Q = Quality and Quantity

 

 

 

R = Region and Radiation

 

 

 

 

 

S = Severity and Scale

 

 

 

 

 

T = Timing and Type of Onset

 

 

 

 

 

 

  1. Tahap penyampaian informasi

 

Setelah tahap pengumpulan informasi dilakukan dengan akurat, maka dokter masuk ke tahap penyampaian informasi. Tanpa informasi yang akurat di tahap pengumpulan informasi, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak beralasan.

Secara ringkas ada 6 (enam) hal penting yang harus diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu :

  1. Materi informasi apa yang disampaikan

 

 

 

 

 

 

 

  1. Siapa yang diberi informasi

 

 

 

 

 

 

  1. Dimana menyampaikannya

 

 

 

 

 

  1. Bagaimana menyampaikannya

 

 

 

 

 

 

 

Agar tujuan komunikasi tercapai, seorang dokter harus menjadi pendengar yang aktif. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :

  1. Perhatikan sikap non verbal pasien

 

 

  1. Mulai dengan pertanyaan terbuka

 

Contoh : “Bagaimana keadaan Bapak hari ini?”

 

“Apa yang Ibu ingin sampaikan atau ingin didiskusikan hari ini?”

 

  1. Dengarkan keluhan pertama kali yang disampaikan pasien yang belum tentu keluhan

 

Contoh : “Sekarang susah ya, mencari pekerjaan…” “Harga sembako semakin mahal saja ya..”

  1. Fasilitasi keluhan pasien dengan :

 

 

kepala.

 

  1. Tanyakan bila ada

 

  1. Konfirmasi maupun negosiasi agenda hari ini dengan mengikutsertakan pendapat atau putusan pasien, “Jadi Bapak mengeluhkan tentang pusing dan kelelahan, apakah ada lagi yang ingin disampaikan?”… Kalau tidak, bisakah kita mulai sesi hari ini dengan…. kemudian dilanjutkan dengan…?”

 

BAB VIII

 

KOMUNIKASI ANTAR PEMBERI LAYANAN

 

 

 

Pelayanan yang diberikan di RS Royal Progres, antar pemberi layanan melakukan komunikasi dengan teknik SBAR. SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat dengan dokter. Dengan komunikasi SBAR ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih informatif dan terstruktur.

SBAR adalah metode teknis yang terstruktur / pola berpikir untuk mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR juga dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di daerah klinis yang sama atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya. SBAR adalah metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR juga dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di daerah klinis yang sama atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya.

SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background, Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya, SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan.

 

 

 

Keuntungan dari penggunaan metode SBAR adalah

 

  1. Kekuatan perawat berkomunikasi secara

 

  1. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat paham akan kondisi pasien.
  2. Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki mutu serta keselamatan pasien Berikut ini merupakan salah satu contoh dalam pertanyaan SBAR:

Sebelum serah terima pasien, perawat harus melakukan :

 

  1. Perawat mendapatkan pengkajian kondisi pasien

 

  1. Perawat mengkumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan kondisi pasien yang akan
  2. Perawat memastikan diagnosa medis pasien dan prioritas masalah keperawatan yang harus dilanjutkan.
  3. Perawat membaca dan pahami catatan perkembangan terkini & hasil pengkajian perawat shift sebelumnya.
  4. Perawat menyiapkan medical record pasien termasuk rencana perawat

 

Contoh komunikasi efektif SBAR antar shift dinas/ serah terima :

 

Situation (S) :

 

Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 4 Desember 2014 sudah 3 hari perawatan, DPJP : dr Budi, SpPD, diagnosa medis : Gagal ginjal kronik.

Masalah keperawatan:

 

 

 

Background (B) :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Assessment (A) :

 

 

 

Recommendation/ Request (R) :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Contoh komunikasi efektif SBAR antar perawat dengan dokter lewat telepon :

 

Situation (S) :

 

 

Background (B) :

 

 

 

 

 

Assessment (A) :

 

 

Recommendation (R) :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR (Haig, K.M., dkk.,2006) :

 

 

 

Situation (S) ·           Sebutkan nama Anda dan unit

 

·          Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar pasien.

 

·          Sebutkan masalah pasien tersebut (misalnya sesak nafas, nyeri dada, dsb.

Background (B) ·           Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai kebutuhan :

·           Status kardiovaskular (nyeri dada, tekanan darah, EKG, dsb.)

 

·           Status respirasi (frekuensi pernafasan, Sp02, analisis gas

 

 

darah, dsb.)

 

·           Status gastro-intestinal (nyeri perut, muntah, perdarahan, dsb.)

·           Neurologis (GCS, pupil, kesadaran, dsb.)

 

·           Hasil laboratorium/pemeriksaan penunjang lainnya.

Assessment (A) Sebutkan problem pasien tersebut :

 

·          Problem kardiologi (syok kardiogenik, aritmia maligna, dsb.)

 

·          Problem gastro-intestinal (perdarahan massif dan syok)

Recommendation /Request (R) Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan) :

 

·          Saya meminta dokter untuk :

 

ü  Memindahkan pasien ke ICU

 

ü  Segera datang melihat pasien

 

ü  Mewakilkan dokter lain untuk datang

 

ü  Konsultasi ke dokter lain

 

·          Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan

 

ü  Foto rontgen

 

ü  Pemeriksaan analisi gas darah

 

ü  Pemeriksaan EKG

 

ü  Pemberian oksigenasi

 

ü  Beta 2 agonis nebulizer

 

BAB IX

 

TATA CARA KOMUNIKASI

 

 

 

Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu :

 

  1. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi

 

  1. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga

 

 

 

IX.1.   Komunikasi Informasi Asuhan

 

Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasa dilakukan oleh petugas customer service, registrasi dan admission yang meliputi :

  1. Jam pelayanan

 

  1. Pelayanan yang tersedia

 

  1. Cara mendapatkan pelayanan

 

  1. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.

 

 

Contoh sikap petugas ketika menerima pasien :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komunikasi efektif dokter dengan pemberi asuhan lain adalah dengan metode SOAP. Pengertian SOAP adalah cara mencatat informasi tentang pasien yang berhubungan dengan masalah pasien yang terdapat pada catatan terintegrasi. Dan bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran penatalakasanaan manajemen asuhan pelayanan pasien. Dalam metode SOAP ini memiliki 4 unsur yaitu :

S adalah data Subjektif, O adalah data objektif,

 

A adalah analysis / assessment

 

P adalah planning ( standing order) yang harus dilakukan oleh praktisi/ klinisi lain yang merawat pasien

 

 

 

Tujuan dari metode SOAP :

 

  1. Merupakan pencatatan yang memuat kemajuan informasi yang sistematis, mengorganisasikan penemuam kesimpulan sehingga terbentuk suatu rencana
  2. SOAP merupakan intisari dari manajemen klinisi untuk penyediaan pendokumentasian

 

  1. SOAP merupakan urutan-urutan yang dapat membantu dokter mengorganisasikan pikiran dalam pemberian asuhan yang bersifat

Keuntungan dari SOAP Dalam asuhan klinik adalah :

 

  1. Lebih sistematis dalam penulisan

 

  1. Penulisan lebih ringkas dan tidak membutuhkan waktu yang lama

 

  1. Mengorganisir pemikiran dan perencanaan terhadap pasien secara efisien

 

  1. Lebih banyak digunakan oleh berbagai profesi kesehatan (dokter)

 

  1. Memudahkan dokter dalam berkomunikasi dan bekerja sama antar pemberi

 

 

 

Dalam memberikan komunikasi antara pemberi layananan di rumah sakit Royal Progress, selain digunakan teknis komunikasi dengan SOAP juga menggunakan teknis SBAR seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya di atas.

 

 

 

IX.2.   Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga Pasien

 

Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga pasien bisa memahami pentingnya mengikuti proses pengobatan yang telah ditetapkan.

 

Terdapat 3 tahap dalam pemberian edukasi :

 

  1. Tahap asesmen pasien

 

Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai kebutuhan edukasi pasien dan keluarga pasien berdasarkan formulir asesmen kebutuhan edukasi.

  1. Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang efektif

 

Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung pada hasil asesmen pasien, yaitu:

 

  1. Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang maka proses komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien sesuai dengan kebutuhan
  2. Jika pasien memiliki hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka proses komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan media

 

 

 

  1. Tahap verifikasi

 

Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai kejelasan dan pemahaman materi edukasi yang diberikan seperti yang telah dijelaskan di bab-bab di atas. Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah atau depresi) maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien mengenai sejauh mana pasien telah mengerti tentang materi edukasi yang diberikan melalui brosur. Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.

 

 

 

Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

 

 12,041 total views,  7 views today