MANUAL PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN – KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

Belum kesempatan Baca , Klik aja disini !

Sumber bisa di download disini !

Garuda Pancasila

 MANUAL – PERSETUJUAN  TINDAKAN KEDOKTERAN;

KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
Indonesian Medical Council 2006

 

TIM PENYUSUN :

 

  • Adang Sudjana Utja
  • Adriyati Rafly
  • Afi Savitri Sarsito
  • Agus Purwadianto
  • Bahar Aswar
  • Budi Sampurna
  • Edi Hartini Soendoro
  • Mahlil Ruby
  • Muryono Subyakto
  • Prijo Sidipratomo
  • Retno H Sugiarto
  • Sanusi Tambunan
  • Sutoto

 

PENYUNTING BAHASA :

  • Abidinsyah Siregar
  • Dad Murniah

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran yang merupakan pelengkap dari Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik di Indonesia (Keputusan KKI Nomor 18/KKI/KEP/IX/2006 tertanggal 21 Spetember 2006).

Salah satu tujuan pengaturan praktik kedokteran dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran adalah untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Ciri khas dalam tindakan dokter dan dokter gigi adalah diperkenankannya melakukan tindakan medis terhadap tubuh manusia dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena itu, Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Praktik Kedokteran memberikan batasan yaitu setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Dalam rangka pembinaan terhadap dokter dan dokter gigi, Divisi Pembinaan KKI menyusun Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran.

Buku ini disusun oleh Kelompok Kerja Konsil Kedokteran Indonesia yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil dari Departemen Kesehatan RI, Departemen Pendidikan Nasional RI, Lembaga Swadaya Masyarakat, Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia dan anggota Konsil Kedokteran Indonesia. Tim Penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah memberi masukan, saran, kritik terhadap  naskah yang disampaikan. Semoga Manual ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan dokter dan dokter gigi tentang persetujuan tindakan kedokteran, sehingga memahami pentingnya persetujuan tindakan kedokteran  sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Jakarta, November 2006
Tim Penyusun

 

SAMBUTAN;
KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA;

Konsil Kedokteran Indonesia dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Tugas Konsil Kedokteran Indonesia antara lain adalah melakukan pembinaan terhadap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran, pembinaan ini dilakukan Konsil Kedokteran Indonesia bersama-sama dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Organisasi Profesi sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.

Salah satu wujud pembinaan tersebut adalah dengan menerbitkan Buku Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran, yang dapat dipakai oleh dokter dan dokter gigi sebagai acuan dalam pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran.

Penyusunan Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran dilakukan oleh Kelompok Kerja Konsil Kedokteran Indonesia yang anggota terdiri dari unsur-unsur yang mewakili Departemen Kesehatan RI, Departemen Pendidikan Nasional RI, Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia dan Dinas Kesehatan Propinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pada akhir kata disampaikan ucapan terima kasih kepada Kelompok Kerja Konsil Kedokteran Indonesia, kontributor pada setiap disiminasi dan sosialisasi dan semua pihak yang telah membantu kelancaran penerbitan buku ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.

Jakarta, November 2006 Ketua Konsil Kedokteran Indonesia,
Hardi Yusa, dr, Sp.OG, MARS

 

 

 

DAFTAR ISI

 

PENGERTIAN

  1. Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi:
    1. Adalah persetujuan pasien atau yang sah mewakilinya atas rencana tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh dokter atau dokter gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan.
    2. Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi adalah pernyataan sepihak dari pasien dan bukan perjanjian antara pasien dengan dokter atau dokter gigi, sehingga dapat ditarik kembali setiap
    3. Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi merupakan proses sekaligus hasil dari suatu komunikasi yang efektif antara pasien dengan dokter atau dokter gigi, dan bukan sekedar penandatanganan formulir persetujuan.
  2. Tindakan Kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilakukan terhadap pasien untuk tujuan preventif, diagnostik, terapeutik, atau
  3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan kedokteran atau kedokteran gigi, yang dengan probabilitas tertentu dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan (kehilangan anggota badan atau kerusakan fungsi organ tubuh tertentu), misalnya tindakan bedah dan tindakan invasif tertentu;
  4. Tindakan invasif adalah tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien. Tindakan invasif tidak selalu berrisiko
  5. Wali adalah orang yang secara hukum dianggap sah mewakili kepentingan orang lain yang tidak kompeten (dalam hal ini pasien yang tidak kompeten).
  6. Keluarga terdekat adalah suami atau isteri, orang tua yang sah atau anak kandung, dan saudara
  7. Pengampu adalah orang atau badan yang ditetapkan pengadilan sebagai pihak yang mewakili kepentingan seseorang tertentu (dalam hal ini pasien) yang dinyatakan berada di bawah pengampuan (curatele).
  8. Kompeten adalah cakap untuk menerima informasi, memahami, menganalisisnya, dan menggunakannya dalam membuat persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran atau kedokteran

 

MENGAPA PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN ATAU KEDOKTERAN GIGI PENTING?

Dengan mengingat bahwa ilmu kedokteran atau kedokteran gigi bukanlah ilmu pasti, maka keberhasilan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi bukan pula suatu kepastian, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat berbeda- beda dari satu kasus ke kasus lainnya. Sebagai masyarakat yang beragama, perlu juga disadari bahwa keberhasilan tersebut ditentukan oleh izin Tuhan Yang Maha Esa.

Dewasa ini pasien mempunyai pengetahuan yang semakin luas tentang bidang kedokteran, serta lebih ingin terlibat dalam pembuatan keputusan perawatan terhadap diri mereka. Karena alasan tersebut, persetujuan yang diperoleh dengan baik dapat memfasilitasi keinginan pasien tersebut, serta menjamin bahwa hubungan antara dokter dan pasien adalah berdasarkan keyakinan dan kepercayaan.

Jadi, proses persetujuan tindakan kedokteran merupakan manifestasi dari terpeliharanya hubungan saling menghormati dan komunikatif antara dokter dengan pasien, yang bersama-sama menentukan pilihan tindakan yang terbaik bagi pasien demi mencapai tujuan pelayanan kedokteran yang disepakati.

Departemen Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Persetujuan Tindakan Medik pada tahun 1989, dan kemudian pada tahun 2004 diundangkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang juga memuat ketentuan tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi. Lebih jauh Undang-Undang tersebut memandatkan agar diterbitkan Permenkes untuk mengaturnya lebih lanjut.

Sejalan dengan itu, Konsil Kedokteran Indonesia menerbitkan buku Manual ini sebagai petunjuk ringkas pelaksanaan Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi, yang untuk selanjutnya dalam buku ini akan disebut sebagai “Persetujuan Tindakan Kedokteran”.

Jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran yang sah, maka dampaknya adalah bahwa dokter tersebut akan dapat mengalami masalah :

  1. Hukum Pidana
    Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat dikategorikan sebagai “penyerangan” (assault). Hal tersebut dapat menjadi alasan pasien untuk mengadukan dokter ke penyidik polisi, meskipun kasus semacam ini sangat jarang terjadi.
  1. Hukum Perdata
    Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap dokter, maka pasien harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu dari tindakan dimaksud – padahal apabila dia telah diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau menjalaninya, atau menunjukkan bahwa dokter telah melakukan tindakan tanpa persetujuan (perbuatan melanggar hukum).
  1. Pendisiplinan oleh MKDKI
    Bila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan menyidangkannya dan dapat memberikan sanksi disiplin kedokteran, yang dapat berupa teguran hingga rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi.

 

APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN?

 

Sebagaimana diuraikan diatas, persetujuan tindakan kedokteran adalah pernyataan sepihak pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh dokter atau dokter gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan.

Suatu persetujuan dianggap sah apabila:

  1. Pasien telah diberi penjelasan/ informasi
  2. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan keputusan/persetujuan.
  3. Persetujuan harus diberikan secara

Kadang-kadang orang menekankan pentingnya penandatanganan formulir persetujuan tindakan kedokteran. Meskipun formulir tersebut penting dan sangat menolong (dan kadang-kadang diperlukan secara hukum), tetapi penandatanganan formulir itu sendiri tidak mencukupi. Yang lebih penting adalah mengadakan diskusi yang rinci dengan pasien, dan didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.

Ketika dokter mendapat persetujuan tindakan kedokteran, maka harus diartikan bahwa persetujuan tersebut terbatas pada hal-hal yang telah disetujui. Dokter tidak boleh bertindak melebihi lingkup persetujuan tersebut, kecuali dalam keadaan gawat darurat, yaitu dalam rangka menyelamatkan nyawa pasien atau mencegah kecacatan (gangguan kesehatan yang bermakna). Oleh karena itu sangat penting diupayakan agar persetujuan juga mencakup apa yang harus dilakukan jika terjadi peristiwa yang tidak diharapkan dalam pelaksanaan tindakan kedokteran tersebut.

Upaya memperoleh persetujuan dapat memerlukan waktu yang lama. Persetujuan pada berbagai keadaan akan berbeda, karena setiap pasien memiliki perhatian dan kebutuhan yang individual. Dan meskipun waktu yang tersedia sedikit, tetap saja tidak ada alasan untuk tidak memperoleh persetujuan.

 

UNTUK APA SAJAKAH DIPERLUKAN PERSETUJUAN?

Persetujuan meliputi berbagai aspek pada hubungan antara dokter dan pasien, diantaranya:

  • Kerahasiaan dan pengungkapan informasi
    Dokter membutuhkan persetujuan pasien untuk dapat membuka informasi pasien, misalnya kepada kolega dokter, pemberi kerja atau perusahaan asuransi. Prinsipnya tetap sama, yaitu pasien harus jelas terlebih dahulu tentang informasi apa yang akan diberikan dan siapa saja yang akan terlibat.
  • Pemeriksaan skrining
    Memeriksa individu yang sehat, misalnya untuk mendeteksi tanda awal dari kondisi yang potensial mengancam nyawa individu tersebut, harus dilakukan dengan perhatian khusus.
  • Pendidikan
    Pasien dibutuhkan persetujuannya bila mereka dilibatkan dalam proses belajar-mengajar. Jika seorang dokter melibatkan mahasiswa (co-ass) ketika sedang menerima konsultasi pasien, maka pasien perlu diminta persetujuannya. Demikian pula apabila dokter ingin merekam, membuat foto ataupun membuat film video untuk kepentingan pendidikan.
  • Penelitian
    Melibatkan pasien dalam sebuah penelitian merupakan proses yang lebih memerlukan persetujuan dibandingkan pasien yang akan menjalani perawatan. Sebelum dokter memulai penelitian dokter tersebut harus mendapat persetujuan dari Panitia etika penelitian. Dalam hal ini Departemen Kesehatan telah menerbitkan beberapa panduan yang berguna.

 

SIAPA “PEMBERI INFORMASI DAN PENERIMA PERSETUJUAN”?

Adalah tanggung jawab dokter pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan/ tindakan untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut diperoleh secara benar dan layak. Dokter memang dapat mendelegasikan proses pemberian informasi dan penerimaan persetujuan, namun tanggung jawab tetap berada pada dokter pemberi delegasi untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara benar dan layak.

Jika seseorang dokter akan memberikan informasi dan menerima persetujuan pasien atas nama dokter lain, maka dokter tersebut harus yakin bahwa dirinya mampu menjawab secara penuh pertanyaan apapun yang diajukan pasien berkenaan dengan tindakan yang akan dilakukan terhadapnya–untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut dibuat secara benar dan layak.

 

SIAPA YANG DAPAT MEMBERI PERSETUJUAN?

 Persetujuan diberikan oleh individu yang kompeten. Ditinjau dari segi usia, maka seseorang dianggap kompeten apabila telah berusia 18 tahun atau lebih atau telah pernah menikah. Sedangkan anak-anak yang berusia 16 tahun atau lebih tetapi belum berusia 18 tahun dapat membuat persetujuan tindakan kedokteran tertentu yang tidak berrisiko tinggi apabila mereka dapat menunjukkan kompetensinya dalam membuat keputusan. Alasan hukum yang mendasarinya adalah sbb:

  • Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka seseorang yang berumur 21 tahun atau lebih atau telah menikah dianggap sebagai orang dewasa dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan
  • Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka setiap orang yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap sebagai orang yang sudah bukan anak-anak. Dengan demikian mereka dapat diperlakukan sebagaimana orang dewasa yang kompeten, dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan
  • Mereka yang telah berusia 16 tahun tetapi belum 18 tahun memang masih tergolong anak menurut hukum, namun dengan menghargai hak individu untuk berpendapat sebagaimana juga diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka mereka dapat diperlakukan seperti orang dewasa dan dapat memberikan persetujuan tindakan kedokteran tertentu, khususnya yang tidak berrisiko tinggi. Untuk itu mereka harus dapat menunjukkan kompetensinya dalam menerima informasi dan membuat keputusan dengan bebas. Selain itu, persetujuan atau penolakan mereka dapat dibatalkan oleh orang tua atau wali atau penetapan

Sebagaimana uraian di atas, setiap orang yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap kompeten. Seseorang pasien dengan gangguan jiwa yang berusia 18 tahun atau lebih tidak boleh dianggap tidak kompeten sampai nanti terbukti tidak kompeten dengan pemeriksaan. Sebaliknya, seseorang yang normalnya kompeten, dapat menjadi tidak kompeten sementara sebagai akibat dari nyeri hebat, syok, pengaruh obat tertentu atau keadaan kesehatan fisiknya. Anak-anak berusia 16 tahun atau lebih tetapi di bawah 18 tahun harus menunjukkan kompetensinya dalam memahami sifat dan tujuan suatu tindakan kedokteran yang diajukan. Jadi, kompetensi anak bervariasi – bergantung kepada usia dan kompleksitas tindakan.

 

Catatan:

Di Inggris, House of Lords menerbitkan 2 prinsip utama dalam hal kompetensi, yaitu:

  1. Hak orang tua untuk membuat persetujuan atas nama anaknya berakhir apabila si anak telah memiliki intelegensi yang cukup dan mampu memahami konteks untuk memberikan persetujuan tindakan kedokteran bagi
  2. Dokter lah yang memutuskan apakah seseorang anak telah mencapai tingkatan

 

APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN KOMPETEN?

 

Seseorang dianggap kompeten untuk memberikan persetujuan, apabila:

  • Mampu memahami informasi yang telah diberikan kepadanya dengan cara yang jelas, menggunakan bahasa yang sederhana dan tanpa istilah yang terlalu
  • Mampu mempercayai informasi yang telah
  • Mampu mempertahankan pemahaman informasi tersebut untuk waktu yang cukup lama dan mampu menganalisisnya dan menggunakannya untuk membuat keputusan secara

 

KOMPETENSI YANG BERFLUKTUASI (FLUCTUATING COMPETENCE)

Terhadap pasien yang mempunyai kesulitan dalam menahan informasi  atau yang kompetensinya hilang timbul (intermiten), harus diberikan semua bantuan yang dia perlukan untuk mencapai pilihan/ keputusan yang terinformasi.

Dokumentasikan semua keputusan yang dia buat saat dia kompeten, termasuk diskusi yang terjadi. Setelah beberapa waktu, saat dia kompeten lagi, diskusikan kembali keputusan tersebut dengannya untuk memastikan bahwa keputusannya tersebut konsisten.

 

PERSETUJUAN PADA INDIVIDU YANG TIDAK KOMPETEN

Keluarga terdekat atau pengampu umumnya dianggap dapat memberikan persetujuan tindakan kedokteran bagi orang dewasa lain yang tidak kompeten. Yang dimaksud dengan keluarga terdekat adalah suami atau isterinya, orangtua yang sah atau anaknya yang kompeten, dan saudara kandungnya. Sedangkan hubungan kekeluargaan yang lain seperti paman, bibi, kakek, mertua, ipar, menantu, keponakan dan lain-lain tidak dianggap sebagai keluarga terdekat, meskipun mereka pada keadaan tertentu dapat diikutsertakan ke dalam proses pemberian informasi dan pembuatan keputusan. Dalam hal terdapat ketidaksepakatan di dalam keluarga, maka dianjurkan agar dokter mempersilahkan mereka untuk bermufakat dan hanya menerima persetujuan atau penolakan yang sudah disepakati bersama.

Dokter tidak dibebani kewajiban untuk membuktikan hubungan kekeluargaan pembuat persetujuan dengan pasien, demikian pula penentuan mana yang lebih sah mewakili pasien dalam hal terdapat lebih dari satu isteri atau anak. Dokter berhak memperoleh pernyataan yang benar dari pasien atau keluarganya.

Pada pasien yang tidak mau menerima informasi perlu dimintakan siapa yang  dia tunjuk sebagai wakil dalam menerima informasi dan membuat keputusan apabila ia menghendakinya demikian, misalnya wali atau keluarga terdekatnya. Demikian pula pada pasien yang tidak mau menandatangani formulir  persetujuan, padahal ia menghendaki tindakan tersebut dilakukan.

Pada pasien yang tidak kompeten yang menghadapi keadaan gawat darurat medis, sedangkan yang sah mewakilinya memberikan persetujuan tidak ditemukan, maka dokter dapat melakukan tindakan kedokteran demi  kepentingan terbaik pasien. Dalam hal demikian, penjelasan dapat diberikan kemudian.

Di Inggris, Wales dan Irlandia Utara, tidak ada seorang pun yang dapat memberi persetujuan tindakan kedokteran bagi orang dewasa yang lain. Di sana, dokter dapat melakukan tindakan kedokteran terhadap pasien yang kurang kompeten jika tindakan tersebut untuk kepentingan terbaik pasien. Kepentingan terbaik tidak dibatasi pada kesehatan fisik pasien, namun termasuk faktor-faktor seperti:

  1. Risiko dan keuntungan dari pilihan yang tersedia
  2. Bukti berupa apapun tentang pandangan atau pendapat pasien, termasuk pernyataan dimuka /
  3. Pengetahuan dokter dan anggota tim perawatan lain tentang pandangan pasien.

Dan diberitahu oleh :

  1. Pilihan pengobatan yang memberi pasien pilihan terbaik bagi masa depannya
  2. Pandangan-pandangan dari pasangan pasien, keluarga terdekat, wali, atau seseorang dengan tanggung jawab orang

 

ANAK-ANAK

Anak-anak dianggap tak mampu memberikan keputusan karena sejumlah alasan, seperti ketidakdewasaan mereka, kesulitan untuk memahami tindakan kedokteran, atau dampak dari kondisi mereka. Pada umumnya, seseorang dengan tanggung jawab orang tua (orang tua atau wali) atau pengadilan dapat memberikan keputusan bagi mereka. Jika keputusan penting harus dibuat yang menyangkut tindakan kedokteran yang dapat mempunyai akibat yang permanen, sedangkan terdapat dua orang dengan tanggung jawab orang tua (misalnya ayah dan ibu), maka keduanya harus dimintai pendapatnya. Anak harus selalu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, misalnya keputusan tentang siapa yang akan tinggal bersamanya pada saat suatu tindakan kedokteran tertentu dilaksanakan.

Proses dalam mendapatkan persetujuan dari orang tua pasien adalah sama seperti ketika mereka memberikan keputusan untuk mereka sendiri, dengan kata lain, keputusan harus diberikan secara bebas oleh orang yang kompeten yang telah diberikan informasi. Kekuasaan untuk memberi persetujuan tersebut harus digunakan untuk kepentingan terbaik bagi si anak. Demi kepentingan terbaik pasien anak, pengadilan dapat membatalkan penolakan tindakan kedokteran oleh seseorang dalam tanggung jawab orang tua.

Sekali lagi, kesejahteraan anak adalah lebih dari kesehatan fisik semata. Pembatalan keputusan orang tua harus dibatasi hanya pada keadaan-keadaan dimana si anak berrisiko menghadapi kematian atau kerusakan fisik atau mental yang ireversibel.

 

TANGGUNG JAWAB ORANG TUA

 Orang yang dianggap memiliki tanggung jawab orangtua meliputi:

  1. Orang tua si anak, yaitu apabila si anak lahir sebagai anak dari pasangan suami isteri yang
  2. Ibu si anak, yaitu apabila si anak lahir dari pasangan yang tidak sah sehingga si anak hanya memiliki hubungan perdata dengan si
  3. Wali, orang tua angkat, atau Lembaga Pengasuh yang sah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perlindungan
  4. Orang yang secara adat/budaya dianggap sebagai wali si anak, dalam hal tidak terdapat yang memenuhi a, b dan

Dokter tidak dibebani kewajiban untuk membuktikan hal-hal di atas, namun demikian dalam keadaan ragu tentang posisi tanggung jawab orang tua seseorang terhadap anak, maka dokter dapat meminta keterangan kepada pihak-pihak yang berwenang.

 

PERNYATAAN DIMUKA ATAU PESAN

(ADVANCED STATEMENTS, ADVANCED DIRECTIVES, LIVING WILLS)

Pada pasien yang kehilangan kapasitasnya untuk memberikan persetujuan tindakan kedokteran, terutama yang disebabkan oleh penyakit yang progresif, dokter sebaiknya mencari kemungkinan adanya pernyataan dimuka atau pesan tentang perlakuan kedokteran yang diinginkannya, yang dinyatakannya saat ia masih kompeten.

  1. Pernyataan dimuka atau pesan tersebut dapat berupa serangkaian petunjuk tentang tindakan kedokteran apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan dilakukan terhadap dirinya, atau berupa penunjukan seseorang lain untuk membuat
  2. Pernyataan dimuka atau pesan tersebut harus dibuat tertulis oleh pasiennya sendiri atau dalam hal pasien tidak mampu melakukannya sendiri dapat ditulis oleh salah satu keluarganya dan diperkuat dengan dua orang

Dokter atau sarana pelayanan kesehatan wajib melaksanakan petunjuk di dalam pernyataan dimuka atau pesan tersebut sepanjang tidak melanggar hukum atau sepanjang tidak terdapat bukti bahwa keinginan pasien tersebut telah berubah. Dalam terdapat keraguan akan hal tersebut, dokter dianjurkan untuk berkonsultasi dengan sejawatnya yang senior atau bahkan dapat meminta penetapan pengadilan.

BAGAIMANA  SEHARUSNYA  PERSETUJUAN DIPEROLEH?

 

Pemberian Informasi Kepada Pasien

Seberapa banyak informasi yang dibutuhkan pasien agar mereka mampu membuat persetujuan yang sah?.

Pasal 45 UU Praktik Kedokteran memberikan batasan minimal informasi yang selayaknya diberikan kepada pasien, yaitu :

  1. Diagnosis dan tata cara tindakan medis
  2. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
  3. Alternatif tindakan lain dan risikonya
  4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
  5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

Dengan   mengacu    kepada    kepustakaan,    KKI    melalui    buku   manual    ini memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien :

  1. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati
  2. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan
  3. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobati
  4. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur atau pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi dan yang serius
  5. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut
  6. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental
  7. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau dinilai kembali
  8. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim lainnya
  9. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan
  10. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas konsekuensi pembatalan
  11. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter lain
  12. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian

 

Bagaimana cara memberikan informasi?

Bagaimana cara anda memberikan informasi kepada pasien sama pentingnya dengan informasi apa yang akan anda berikan kepada pasien. Pasien tidak  dapat memberikan persetujuan yang sah kecuali mereka telah diberitahu sebelumnya. Untuk membantu mereka membuat keputusan anda diharapkan mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:

  1. Informasi diberikan dalam konteks nilai, budaya dan latar belakang mereka. Sehingga menghadirkan seorang interpreter mungkin merupakan suatu sikap yang penting, baik dia seorang profesional ataukah salah seorang anggota keluarga. Ingat bahwa dibutuhkan persetujuan pasien terlebih dahulu dalam mengikutsertakan interpreter bila hal yang akan didiskusikan merupakan hal yang bersifat
  2. Dapat menggunakan alat bantu, seperti leaflet atau bentuk publikasi lain apabila hal itu dapat membantu memberikan informasi yang bersifat rinci. Pastikan bahwa alat bantu tersebut sudah berdasarkan informasi yang terakhir. Misalnya, sebuah leaflet yang menjelaskan tentang prosedur yang umum. Leaflet tersebut akan membuat jelas kepada pasien karena dapat ia bawa pulang dan digunakan untuk berpikir lebih lanjut, tetapi jangan sampai mengakibatkan tidak ada
  3. Apabila dapat membantu, tawarkan kepada pasien untuk membawa keluarga atau teman dalam diskusi atau membuat rekaman dengan tape recorder
  4. Memastikan bahwa informasi yang membuat pasien tertekan (distress ) agar diberikan dengan cara yang sensitif dan empati. Rujuk mereka untuk konseling bila diperlukan
  5. Mengikutsertakan salah satu anggota tim pelayanan kesehatan dalam diskusi, misalnya perawat, baik untuk memberikan dukungan kepada pasien maupun untuk turut membantu memberikan penjelasan
  6. Menjawab semua pertanyaan pasien dengan benar dan
  7. Memberikan cukup waktu bagi pasien untuk memahami informasi yang diberikan, dan kesempatan bertanya tentang hal-hal yang bersifat klarifikasi, sebelum kemudian diminta membuat keputusan

 

SAMPAI BERAPA LAMA PERSETUJUAN BERLAKU?

 

Tidak ada satu ketentuan pun yang mengatur tentang lama keberlakuan suatu persetujuan tindakan kedokteran. Teori menyatakan bahwa suatu persetujuan akan tetap sah sampai dicabut kembali oleh pemberi persetujuan atau pasien. Namun demikian, bila informasi baru muncul, misalnya tentang adanya efek samping atau alternatif tindakan yang baru, maka pasien harus diberitahu dan persetujuannya dikonfirmasikan lagi. Apabila terdapat jedah waktu antara saat pemberian persetujuan hingga dilakukannya tindakan, maka alangkah lebih baik apabila ditanyakan kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku. Hal-hal tersebut pasti juga akan membantu pasien, terutama bagi mereka yang sejak awal memang masih ragu-ragu atau masih memiliki pertanyaan.

 

PASTIKAN BAHWA PERSETUJUAN DIBUAT SECARA SUKARELA

Persetujuan harus diberikan secara bebas, tanpa adanya tekanan dari manapun, termasuk dari staf medis, saudara, teman, polisi, petugas rumah tahanan/ Lembaga Pemasyarakatan, pemberi kerja, dan perusahaan asuransi. Bila persetujuan diberikan atas dasar tekanan maka persetujuan tersebut tidak sah.

Pasien yang berada dalam status tahanan polisi, imigrasi, LP atau berada di bawah peraturan perundangundangan di bidang kesehatan jiwa/mental dapat berada pada posisi yang rentan. Pada situasi demikian, dokter harus  memastikan bahwa mereka mengetahui bahwa mereka dapat menolak tindakan bila mereka mau.

 

KEPUTUSAN

Bagaimana pasien menyampaikan persetujuan mereka kepada dokter? Secara tradisional mereka dapat menyampaikannya melalui beberapa cara:

  1. Persetujuan yang bersifat tersirat atau tidak dinyatakan (implied consent). Pasien dapat saja melakukan gerakan tubuh yang menyatakan bahwa mereka “mempersilahkan” dokter melaksanakan tindakan kedokteran yang dimaksud. Misalnya adalah bila pasien menggulung lengan bajunya dan menyodorkan lengannya pada saat dokter menanyakan mau atau tidaknya ia diukur tekanan darahnya atau saat ia akan dilakukan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan
  2. Persetujuan yang dinyatakan (express consent).

Pasien dapat memberikan persetujuan dengan menyatakannya secara lisan (oral consent) ataupun tertulis  (written consent).

 

KAPAN DIBUTUHKAN PERSETUJUAN TERTULIS?

 

Pasal 45 UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ayat (5) menyatakan bahwa “ Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.” Umumnya disebutkan bahwa contoh tindakan yang berrisiko tinggi adalah tindakan invasif (tertentu) atau tindakan bedah yang secara langsung mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh (lihat pengertian di depan).

Persetujuan tertulis juga dibutuhkan bila memang dibutuhkan bukti persetujuan Dengan mengacu kepada anjuran General Medical Council (GMC) di Inggris, KKI melalui buku manual ini memberikan petunjuk bahwa persetujuan tertulis diperlukan pada keadaan-keadaan sbb:

  • Bila tindakan terapetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau efek samping yang
  • Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi
  • Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien
  • Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu

 

PENOLAKAN PEMERIKSAAN/TINDAKAN

Pasien yang kompeten (dia memahami informasi, menahannya dan mempercayainya dan mampu membuat keputusan) berhak untuk menolak suatu pemeriksaan atau tindakan kedokteran, meskipun keputusan pasien tersebut terkesan tidak logis. Kalau hal seperti ini terjadi dan bila konsekuensi penolakan tersebut berakibat serius maka keputusan tersebut harus didiskusikan dengan pasien, tidak dengan maksud untuk mengubah pendapatnya tetapi untuk meng- klarifikasi situasinya. Untuk itu perlu dicek kembali apakah pasien telah mengerti informasi tentang keadaan pasien, tindakan atau pengobatan, serta semua kemungkinan efek sampingnya.

Kenyataan adanya penolakan pasien terhadap rencana pengobatan yang terkesan tidak rasional bukan merupakan alasan untuk mempertanyakan kompetensi pasien. Meskipun demikian, suatu penolakan dapat mengakibatkan dokter meneliti kembali kapasitasnya, apabila terdapat keganjilan keputusan tersebut dibandingkan dengan keputusan-keputusan sebelumnya. Dalam setiap masalah seperti ini rincian setiap diskusi harus secara jelas didokumentasikan dengan baik.

 

PENUNDAAN PERSETUJUAN (PERMINTAAN PASIEN)

Persetujuan suatu tindakan kedokteran dapat saja ditunda pelaksanaannya oleh pasien atau yang memberikan persetujuan dengan berbagai alasan, misalnya terdapat anggota keluarga yang masih belum setuju, masalah keuangan, atau masalah waktu pelaksanaan. Dalam hal penundaan tersebut cukup lama, maka perlu di cek kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku atau tidak.

 

 

PEMBATALAN PERSETUJUAN YANG TELAH DIBERIKAN

Pada prinsipnya, setiap saat pasien dapat membatalkan persetujuan mereka dengan membuat surat atau pernyataan tertulis pembatalan  persetujuan tindakan kedokteran. Pembatalan tersebut sebaiknya dilakukan sebelum  tindakan dimulai. Selain itu, pasien harus diberitahu bahwa pasien bertanggungjawab atas akibat dari pembatalan persetujuan tindakan. Oleh karena itu, pasien harus kompeten untuk dapat membatalkan persetujuan.

Menentukan kompetensi pasien pada situasi seperti ini seringkali sulit. Nyeri, syok atau pengaruh obat-obatan dapat mempengaruhi kompetensi pasien dan kemampuan dokter dalam menilai kompetensi pasien. Bila pasien dipastikan kompeten dan memutuskan untuk membatalkan persetujuannya, maka dokter harus menghormatinya dan membatalkan tindakan atau pengobatannya.

Kadang-kadang keadaan tersebut terjadi pada saat tindakan sedang berlangsung. Bila suatu tindakan menimbulkan teriakan atau tangis karena nyeri, tidak perlu diartikan bahwa persetujuannya dibatalkan. Rekonfirmasi persetujuan secara lisan yang didokumentasikan di rekam medis sudah cukup untuk melanjutkan tindakan. Tetapi apabila pasien menolak dilanjutkannya tindakan, apabila memungkinkan, dokter harus menghentikan tindakannya, mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan menjelaskan akibatnya apabila tindakan tidak dilanjutkan.

Dalam hal tindakan sudah berlangsung sebagaimana di atas, maka penghentian tindakan hanya bisa dilakukan apabila tidak akan mengakibatkan hal yang membahayakan pasien.

 

 

PENELITIAN

 Dokter dan dokter gigi dalam melakukan penelitian dengan menggunakan manusia sebagai subjek harus memperoleh persetujuan dari mereka yang menjadi subjek dalam penelitian tersebut. Hal ini telah lama dicanangkan dalam Code of Nuremberg serta Declaration of Helsinki yang sejak 1964 selalu diperbaiki dalam World Medical Assembly dan terakhir di Afrika Selatan tahun 1996.

Disamping itu, prinsip dasar etika yang salah satunya adalah menghargai otonomi atau hak seseorang mengharuskan adanya persetujuan suatu tindakan. Baik itu tindakan medik, maupun tindakan yang hanya mencari data dengan suatu kuesioner, serta tindakan penapisan (skrining) untuk memilih subjek yang akan digunakan dalam penelitian

Suatu penelitian harus memenuhi kriteria tertentu untuk dapat menggunakan manusia sebagai subyek penelitian, yang ditentukan oleh Panitia Etika Penelitian. Pastikan bahwa penelitian tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan terbaik pasien, bahwa subyek penelitian tahu bahwa ia sedang mengikuti penelitian, dan keterlibatan subyek penelitian adalah secara sukarela.

Persetujuan harus diperoleh dengan suatu proses, yaitu proses komunikasi antara peneliti dan calon subjek penelitian. Komunikasi dalam hal ini adalah berupa pemberian informasi tentang segala sesuatu mengenai tindakan  dan berisi hal-hal yang sesuai dengan keperluan maupun penapisan yang akan dilakukan. Sedang informasi yang diberikan, kecuali lisan sebaiknya juga tertulis agar bukti yang ada dapat didokumentasikan.

Selanjutnya informasi seharusnya berisi :

  1. tujuan penelitian atau penapisan
  2. manfaat penelitian dan penapisan
  3. protokol penelitian dan penapisan, serta tindakan medis
  4. keuntungan penelitian dan penapisan
  5. kemungkinan ketidaknyamanan yang akan dijumpai, termasuk risiko yang mungkin terjadi
  6. hasil yang diharapkan untuk masyarakat umum dan bidang kesehatan
  7. bahwa persetujuan   tidak    mengikat   dan   subyek   dapat    sewaktu-waktu mengundurkan
  8. bahwa penelitian tersebut telah disetujui oleh Panitia Etika

 

 

SKRINING

Skrining dapat merupakan upaya yang penting untuk dapat memberikan  tindakan yang efektif. Tetapi terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan:

  1. Terdapat kemungkinan bahwa uji skrining tersebut memiliki ketidakpastian, misalnya false positive dan false negative
  2. Beberapa uji skrining tertentu berpotensi mengakibatkan hal yang serius bagi pasien dan keluarganya, tidak hanya dari segi kesehatan, melainkan juga segi sosial dan

Oleh karena itu persetujuan dilakukannya uji skrining harus didahului dengan penjelasan yang tepat dan layak, serta pada keadaan tertentu memerlukan tindak lanjut, misalnya dengan konseling dan support group.

 

PEMBUKAAN INFORMASI

Pada umumnya pembukaan informasi pasien kepada pihak lain memerlukan persetujuan pasien. Persetujuan tersebut harus diperoleh dengan cara  yang layak sebagaimana diuraikan di atas, yaitu melalui pemberian informasi tentang baik-buruknya pemberian informasi tersebut bagi kepentingan pasien.

UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengatur bahwa pembukaan informasi tidak memerlukan persetujuan pasien pada keadaan-keadaan:

  1. untuk kepentingan kesehatan pasien
  2. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, misalnya dalam bentuk visum et repertum
  3. atas permintaan pasien sendiri
  4. berdasarkan ketentuan undang-undang, misalnya UU Wabah dan UU Karantina

Setelah memperoleh persetujuan pasien maka dokter tetap diharapkan memenuhi prinsip “need to know”, yaitu prinsip untuk memberikan informasi kepada pihak ketiga tersebut hanya secukupnya – yaitu sebanyak yang dibutuhkan oleh peminta informasi.

 

 

PEMERIKSAAN HIV

  1. Pemeriksaan terhadap kasus HIV-AIDS tidak dibenarkan atas dasar epidemiologi ataupun aspek kesehatan masyarakat. Tetapi setiap orang harus dapat mempunyai akses untuk menjalani test HIV
  2. Test skrining harus berdasarkan kemauan sendiri serta dengan persetujuan tertulis. Penjelasan sebelum dilakukan test harus menjelaskan segala implikasinya jika kelak ditemukan positip menderita (konseling).
  3. Terhadap populasi tertentu, petugas kesehatan dapat meminta persetujuan pemeriksaan skrining tanpa konseling terlebih dahulu (provider initiative testing conselling), konseling dilakukan
  4. Sebelum tindakan pembedahan pasien hanya dapat dibenarkan untuk dilakukan test HIV AIDS bila terdapat indikasi
  5. Jika pasien dalam keadaan gawat darurat dan pasien tidak dapat atau menolak untuk memberikan persetujuan sebelum dilakukan test maka dia harus diperlakukan sebagai kasus yang
  6. Test harus dilakukan pada donor darah dan organ untuk kepentingan transplantasi.
  7. Aturan pemberian persetujuan lainnya mengikuti tatacara aturan

 

 

 

KESEHATAN REPRODUKSI

 Kesehatan reproduksi tidak hanya melibatkan individu tetapi melibatkan pasangan dan janin yang dikandungnya terutama bagi wanita. Oleh karena itu, persetujuan tindakan di bidang kesehatan reproduksi memiliki dimensi yang agak berbeda dengan kondisi tindakan medis terhadap organ lainnya.

Permasalahan utama pada pemberian persetujuan dalam lingkup kesehatan reproduksi adalah kapan dan bagaimana persetujuan cukup diberikan oleh pasien wanita saja, orang tua, suami saja dan suami isteri.

 

 4,291 total views,  2 views today