STARKES – Akreditasi Rumah Sakit Indonesia – SNARS.WEB.ID

PEDOMAN PELAYANAN PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PEDOMAN PELAYANAN PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA.

BAB 1 – PENDAHULUAN.

A. Latar Belakang.

Rumah sakit sebagai badan usaha merupakan tempat berkumpulnya tenaga kerja, pimpinan, pasien, pengunjung, dan mitra kerja yang lain. Dalam hubungannya antara pimpinan dan tenaga kerja, ada hak dan kewajiban yang harus dilakukan, salah satunya adalah hak tenaga kerja untuk mendapatkan keselamatan dan kesehatan kerja dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan kewajiban tenaga kerja di antaranya adalah menjalankan atau mematuhi peraturan yang ditetapkan, misalnya tenaga kerja harus memakai alat pelindung diri pada proses pekerjaan yang memerlukan alat pelindung diri. Sementara itu, pimpinan berkewajiban untuk menyediakan alat pelindung diri sehingga pekerja terhindar dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja.Sesuai dengan visi Rumah Sakit “Menjadi Rumah Sakit Utama Pilihan Masyarakat Malang Raya Karena pelayanan kesehatan yang berpusat pada pasien dengan mengutamakan mutu dan keselamatan pasien” untuk itu maka perlu di bentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di Rumah Sakit .

Dalam pelaksanaan K3 diperlukan penanganan yang serius dan dukungan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang melibatkan seluruh bidang kegiatan dan seluruh sumber daya manusia (SDM) yang ada. Dengan adanya komitmen antara pimpinan, pegawai, dana, dan pengelolaan yang baik disertai pelaksanaan yang berkesinambungan maka rumah sakit akan dapat melaksanakan kegiatan K3 sesuai dengan harapan.

Buku Pedoman Pelayanan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) Rumah Sakit ini diharapkan dapat menjadi acuan yang memberikan kemudahan bagi pimpinan dan pegawai dalam melaksanakan berbagai program dan ketentuan K3 yang ditetapkan.

Pelaksanaan K3 yang serius dan baik akan dapat mengurangi timbulnya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja baik bagi pegawai, pekerja, pasien, dan masyarakat/pengunjung yang berada di Rumah Sakit . Sehingga pada akhirnya, diharapkan segenap pegawai, pekerja, pasien, dan masyarakat/ pengunjung akan merasa aman dan nyaman berada di Rumah Sakit .

 

B. Tujuan Pedoman.
1. Melindungi setiap orang yang berada di tempat kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan selamat
2. Melindungi bahan dan alat-alat agar dapat digunakan secara aman dan efisien
3. Terbentuknya Panitia PembinaKeselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit melalui kerjasama lintas program dan lintas sektoral
4. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, kebakaran, dan penyakit akibat kerja
5. Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, alat, dan bahan berbahaya
6. Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan tercipta penyesuaian antara pekerjaan dengan manusia atau manusia dengan pekerjaan
7. Meningkatkan produktivitas kerja

 

C. Ruang Lingkup Pelayanan.

Ruang lingkup K3 meliputi aspek-aspek fisik, sarana dan prasarana, serta SDM yang memadaiyaitu :

 

D. Batasan Operasional.

Dalam pengimplementasian K3 dan perlu dipahami antara lain :
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah :
Merupakan upaya untuk menekan dan mengurangi resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan.

2. Upaya Kesehatan Kerja adalah :
Upaya penyerasian antara kapasitas kerja dan beban kerja serta lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri maupun orang/ masyarakat disekelilingnya, agar diperoleh produktivitas yang optimal.

3. Keselamatan kerja adalah:
Keselamatan yang berhubungan dengan alat kerja, bahan dan proses kerja/ pengolahannya, tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.

4. Kecelakaan Kerja:
Kecelakaan yang tidak diharapkan dan tidak terduga.
Tidak terduga; karena dibelakang kejadian tersebut diharapkan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan. Tidak diharapkan; karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat, tidak diinginkan.

5. Ergonomi adalah:
Ilmu yang mempelajari perilaku/sikap posisi manusia dalamkaitannya dengan pekerjaan mereka.

Beberapa istilah lain yang sering digunakan dalam pengimplementasian K-3 dan perlu dipahami antara lain :

1. Potensi Bahaya (Hazard)
Keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan bahaya kecelakaan/ kerugian berupa cedera, penyakit, kerusakan atau ketidakmampuan melaksanakan fungsi yang telah dietetapkan.

2. Tingkat Bahaya (Danger)
Merupakan ungkapan adanya potensi bahaya secara relative. Kondisi bahaya mungkin saja ada, tetapi menjadi tidak begitu berbahaya karena telah dilakukan tindakan pencegahan.

3. Resiko (Risk)
Kemungkinan terjadinya kecelakaan/ kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu.

4. Insiden
Kejadian yang tidak diduga yang mengakibatkan kacaunya proses pekerjaan/pelayanan yang direncanakan sebelumnya.

5. Kecelakaan
Kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga/tiba – tiba yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.

6. Aman/ selamat
Adalah kondisi tidak ada kemungkinan malapetaka (bebas dari bahaya)

7. Tindakan Tidak Aman/unsafe act
Pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang memberikan peluang terhadap terjadinya kecelakaan

8. Keadaan Tidak Aman/unsafe condition
Kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya yang mungkin dapat berlangsung mengakibatkan terjadinya kecelakaan.

9. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Filosofi : suatu pemikiran upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur.
Segi Keilmuan : ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

E. Landasan hukum.
(1) Undang-Undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(2) Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
(3) Undang-undang No13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(4) Undang-undang No36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(5) Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(6) Peraturan Pemerintah No 72 tahun 1998 tentang Pengamaman Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
(7) Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3992);
(8) Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen K3
(9) Keputusan Presiden No 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja;
(10) Keputusan Presiden No 7 Tahun 1999 tentang Wajib Laporan Penyakit Akibat Hubungan Kerja;
(11) Keputusan Menteri Kesehatan No 876/Menkes/SK/VIII/ 2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan;

(12) Keputusan Menteri Kesehatan No 1217/Menkes/SK/IX/ 2001 tentang Pedoman Pengamanan Dampak Radiasi;
(13) Keputusan Menteri Kesehatan No 1335/Menkes/SK/X/ 2002 tentang Standar Operasional Pengambilan dan Pengukuran Kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit;
(14) Keputusan Menteri Kesehatan No 1439/Menkes/SK/XI/ 2002 tentang Penggunaan Gas Medis Pada Sarana Pelayanan Kesehatan;
(15) Keputusan Menteri Kesehatan No 351/Menkes/SK/III/2003 tentang Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor Kesehatan;
(16) Keputusan Menteri Kesehatan No 1204/Menkes/SK/ X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;
(17) Keputusan Menteri Kesehatan No 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang standar K3 di rumah sakit

Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara Kapasitas Kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal.

Upaya Kesehatan kerja merupakan berbagai upaya kesehatan yang dilaksanakan secara paripurna dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan dan produktivitas kerja bagi seluruh pekerja di rumah sakit. Upaya tersebut meliputi upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan dengan penekanan pada upaya peningkatan dan pencegahan. Selain itu upaya ini dikembangkan untuk mengantisipasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan pengunjung dan masyarakat umum disekitar rumah sakit.


BAB 2 – STANDAR KETENAGAAN.
A. Kualifikasi Sumber Daya manusia.
Dalam melaksanakan kegiatan K3 di Rumah Sakit dilaksanakan secara terintegrasi oleh P2K3.
Distribusi tenaga kualifikasi dijabarkan dalam tabel berikut Tabel pola ketenagaan P2K3 RS

B. Distribusi Ketenagaan.
Ketua P2K3 dalam menjalankan kegiatan K3 rumah sakit berkoordinasi dengan sekretaris dan dibantu oleh tim. Kegiatan surveilens,audit,pelaporan KAK (Kecelakaan Akibat Kerja) & PAK (Penyakit Akibat Kerja) dilakukan oleh sekretaris melalui koordinasi dengan Ketua P2K3. Untuk pengumpulan data sekretaris juga mengumpulkan dari masing – masing bidang & komandan satgas.Tiap bidang & komandan satgas wajib membuat program kerja & SPO terkait jobdesknya masing – masing.Dalam pelaksanaannya dibantu oleh Ketua & sekretaris P2K3.

C. Pengaturan Jaga.
Tim P2K3 terdiri dari Ketua 1 orang, Sekretaris 1 orang, Bidang Satu 2 orang, Bidang Dua 2 orang, Bidang Tiga 2 orang, Bidang Empat 2 orang, Satgas Evakuasi 8 orang & Satgas Kebakaran 8 orang
Untuk jadwal P2K3 sesuai dengan jadwal jaga/jam kerja masing – masing personil atau dipanggil sewaktu-waktu bila ada masalah tentang K3.


BAB 3. STANDAR FASILITAS.

A. Denah Ruang.
B. Standar Fasilitas.


BAB 4. TATA LAKSANA PELAYANAN.
Beberapa elemen sistem Manajemen K3 yang dugunakan RS adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan Kesehatan & Keselamatan :
Semua orang yang bekerja di lokasi kami mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan/kondisi kerja yang aman dan sehat dan mempunyai kewajiban untuk memberikan kontribusi pada kondisi tersebut dengan berperilaku yang bertanggung jawab. Kami melihat K3 sebagai nilai bisnis utama yang diintregasikan pada seluruh kinerja bisnis. Setiap cidera atau kasus sakit akibat hubungan kerja, dapat dihindari dengan sistem kerja , peralatan , training dan supervisi yang tepat. Manajemen K3 yang efektif mencakup penilaian resiko dari desain lokasi sejak awal – tahap konstruksi, komisioning dan perencanaan secara keseluruhan dari suatu organisasi dan pemeliharaannya. Semua kegiatan operasional kami harus secara kontinyu meningkatkan kinerja K3.

2. Peran dan tanggung jawab utama.
Setiap Manager di semua jenjang, menjamin kesehatan dan keselamatan untuk orang-orang yang ada di tempat kerja di bawah tanggung jawabnya. Manager harus menerapkan kebijakan dan sistem dalam area kontrol dan pengaruhnya. Chief Executive officer (CEO) memikul tanggung jawab ini pada level group, ia mendukung dengan tingkat kepedulian yang tinggi untuk menjamin bahwa dalam tiap divisi dan unit bisnis manajemen memiliki otoritas, keahlian dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.

3. Proses dan Alat Utama pada tingkat perusahaan.
Divisi memiliki suatu sistem Manajemen K3 untuk memastikan adanya peningkatan kinerja secara berkesinambungan. Hal ini didasarkan pada kebijakan K3 yang merefleksikan kebijakan prusahaan dalam hal prinsip-prinsipnya, kerangka kerja, tanggung jawab, koordinasi dan pengawasan, kewajiban ini juga mencakup Unit baru yang bergabung dengan Perusahaan. Sumber daya tertentu seperti manusia, keuangan di dedikasikan dan di identifikasikan guna mencapai target.

4. Analisa Resiko.
Proses manajemen dipastikan tersedia untuk menjamin resiko telah di identifikasikan secara baik, terkontrol dalam organisasi, dll. Pegawai, kontraktor dan konsumen berhak dan wajib mendapatkan informasi mengenai resiko yang ada dan langkah-langkah yang diambil untuk mengeliminasi atau meminimalkannya. Suatu sistem monitoring dan kesiagaan/alert dipastikan tersedia, yang akan memastikan adanya kontrol pada resiko di tingkat Manajemen sesuai tingkat keseriusannya

5. Audit & Inspeksi Keselamatan.
Audit dan inspeksi direncanakan dan dilakukan secara reguler. Audit & Inspeksi dilaporkan dan digunakan untuk tindakan korektif dan preventif, yang dikelola dengan cara yang sama seperti yang dilakukan saat analisa suatu cidera. Inspeksi dan audit ini dilakukan oleh Manajemen tingkat lini yang dilatih untuk tujuan tersebut, mencakup juga tingkat Management Atas. Personil dilibatkan sebanyak mungkin dalam audit dan inspeksi ini. Sebagai tambahan audit internal ini, diperlukan adanya audit silang antara lokasi kerja yang berbeda, yang menggunakan apa yang disebut tehnik “ fresh view”.
6. Analisa dan Pencatatan Kecelakaan Kerja.
Cidera, kejadian hampir celaka/near-miss atau gangguan fungsi apapun merupakan subyek dari suatu penyelidikan yang mendalam dan metodis, yang dilakukan oleh Manager (disektor yang menjadi tanggung jawabnya), dengan bantuan dari staff/unit keselamatan dan personil yang terluka atau terlibat. Laporan harus dibuat dan memuat detail apa yang yang terjadi dan tindakan yang diambil (atau yang dilakukan dan skala waktunya) untuk mencegah terulang kembali, usaha investigasi harus proporsional pada resiko potensial. Pelaporan dan komunikasi mengenai cidera harus sesuai dengan arahan Group dan Divisi. Komite Manajemen K3 wajib secara reguler memeriksa relevansi tindakan yang diambil dan menjamin bahwa tindakan tersebut dilakukan.

7. Pencegahan dan Kontrol resiko.
Peralatan Menetap dan Bergerak Instalasi baru didesain dan dibangun dengan mempertimbangkan keamanan operasi dan keamanan personil perawatan. Instalasi dan peralatan yang bergerak harus diperlihara secara efektif, diuji dan dilakukan inspeksi, merupakan subyek untuk dikontrol secara rutin.

8. Alat Pelindung Diri (APD).
APD guna keperluan kerja harus diidentifikasi, kondisi di mana APD harus dikenakan harus ditentukan dan direncanakan secara sesuai dan dirancang meliputi training dan pengawasan untuk menjamin APD dikenakan

9. Instruksi, peraturan dan prosedur.
Instruksi, peraturan dan prosedur dibuat sehingga pekerjaan dapat dilakukan secara aman, tanpa resiko pada kesehatan, dan sesuai dengan penilaian resiko, akan bersifat :
a) Tertulis
b) Selalu disesuaikan / diperbaharui
c) Sesuai dengan peraturan hukum/regulasi
d) Realistik
e) Diketahui dan dimengerti oleh semua pihak yang terlibat
f) Ditindaklanjuti dan dihargai

10. Program Tanggap Darurat.
Semua lokasi kerja harus memiliki rencana tanggap darurat, yang berhubungan dengan sifat operasi mereka dan resiko yang telah dinilai. Rencana ini harus di perbaharui, jika diperlukan dikomunikasikan dan dipraktekan secara rutin. Latihan wajib dilakukan dan dilatih secara rutin mencakup skenario yang direncanakan atas resiko yang berpotensi tinggi.
11. Pelatihan & Komunikasi Pelatihan.
Rencana dan program yang sesuai harus dibuat untuk menjamin semua personil memiliki kompetensi dalam bidang K3, ini mencakup tersedianya pelatihan & perlunya pengalaman yang sesuai.

Pelatihan Keselamatan meliputi :
a) Pelatihan perilaku selamat dan mengapa K3 merupakan hal yang penting
b) Pelatihan Manajemen K3
c) Pelatihan penilaian resiko
d) Pelatihan mengenai prosedur dan metode
e) Pelatihan penggunaan peralatan kerja
f) Pelatihan guna mendapatkan otorisasi dan lisensi

Ini menyangkut semua personil seperti :
a) Pegawai baru dan pegawai tidak tetap
b) staff yang telah ada (penempatan kembali, promosi, transfer, mutasi)
c) Manajemen (audit, investigasi, tindakan pencegahan, rapat untuk memfasilitasi, dll) kontraktor sesuai keperluan

Semua pelatihan keselamatan terdata, khususnya pada file pribadi secara rutin harus dikaji ulang.

Pelatihan Komunikasi meliputi :

Komunikasi merupakan suatu faktor penting dari program keselamatan, harus mencakup informasi mengenai program keselamatan khusus setiap lokasi, umpan balik dalam hal kinerja dan tindakan yang diambil, mempelajari hal penting guna mencegah kecelakaan. Hal ini akan mendukung arus informasi yang bebas (dari atas ke bawah dan sebaliknya).


BAB 6 – KESELAMATAN PASIEN.

Keselamatan pasien telah menjadi isu global dan merupakan prioritas utama untuk rumah sakit dan keselamatan pasien juga merupakan prioritas utama karena terkait tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang mereka terima dan terkait dengan mutu dan citra rumah sakit, disamping itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi KTD di Rumah Sakit.
Keselamatan pasien dilaksanakan melalui 6 langkah menuju keselamatan pasien, yaitu :

1. Tepat Identifikasi Pasien.
2. Peningkatan Komunikasi yang efektif.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien operasi.
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
6. Pengurangan resiko pasien jatuh.


BAB 7 – KESELAMATAN KERJA.

Pelaksanaan manajemen hiperkes dan K3 RS, berupaya meminimalisasi kerugian yang timbul akibat PAK dan KAK, perlindungan tenaga kerja serta pemenuhan peraturan perundangan K3 yang berlaku (law-compliance). Kriteria yang ditetapkan antara lain kualitas produk atau jasa/pelayanan yang tinggi, keamanan pada tenaga kerja dan konsumen atau pasien serta ramah akan lingkungan. Fungsi manajemen, yang dikemukakan oleh beberapa ahli, mengacu kepada tiga fungsi pokok manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan atau pengendalian.
Fungsi manajemen lainnya disesuaikan dengan falsafah RS yang bersangkutan. Fungsi perencanaan dalam manajemen Hyperkes dan K3 RS, merupakan bagian integral dari perencanaan manajemen perusahaan secara menyeluruh, yang dilandasi oleh komitmen tertulis atau kesepakatan manajemen puncak.

 

 5,308 total views,  9 views today